Anthony Reid, seorang pakar Asia Tenggara kelahiran Selandia Baru, banyak mengupas tentang kejayaan dan kemakmuran Kesultanan Aceh. Salah satu bukunya yang menarik adalah “Asal Mula Konflik Aceh : Dari Perebutan Pantai Timur Sumatra hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19″. Dalam buku tersebut Reid bercerita tentang kegemilangan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda, yang mampu menguasai separuh garis pantai timur dan barat Sumatra, hingga menjadi kerajaan taklukan Belanda di akhir abad ke-19. Dalam buku “An Indonesian Frontier: Acehnese and Other Histories of Sumatra”, lebih jauh Reid mengungkapkan tentang kemegahan dan kekayaan yang diperoleh raja-raja Aceh berkat kegigihan mereka dalam berdagang. Dari buku-buku karangan Reid, ada beberapa poin yang bisa ditangkap terkait dengan kegemilangan Aceh di masa lalu : Islam, Penguasaan Selat Malaka, dan Aliansi Politik dengan Turki Utsmani. Tiga pokok inilah yang membuat Aceh bisa bertahan lama, dan mengalami masa-masa paling gemilang yang mungkin tidak pernah dialami oleh penduduk Nusantara lainnya.
Kesultanan Aceh terletak di ujung utara Pulau Sumatra. Pintu masuk Selat Malaka dan di bibir pantai Lautan Hindia. Diawali oleh kerajaan kota Samudera dan Pasai, Aceh berkembang menjadi daerah kosmopolitan. Orang-orang dari berbagai bangsa menginjakkan kakinya di sudut pulau Sumatra itu, sebelum meneruskan perjalanannya ke pulau rempah-rempah atau ke negeri di atas angin. Mereka datang ke Aceh, bukan hanya untuk membongkar sauh atau sekedar mengisi perbekalan, namun juga mengembangkan peradaban. Para musafir Arab dan Gujarat, boleh jadi merupakan pihak terpenting dalam membangun dasar-dasar peradaban Aceh.
Islam, yang dibawa oleh pedagang Arab, Gujarat, dan Persia, menjadi perekat sekaligus sumber kejayaan orang-orang Aceh. Dari ajaran Islam, undang-undang disusun dan ditegakkan. Kuatnya Aceh dalam penerapan hukum Islam, seperti : ekonomi bagi hasil, hukuman rajam dan cambuk, menjadikan negeri ini aman sentosa. Situasi kerajaan yang kondusif, melahirkan pula para seniman, sastrawan, dan para pedagang yang kaya raya. Meskipun wirausahawan kebanyakan datang dari keluarga raja, namun diterapkannya sistem sosialis Islam dalam perekonomian Aceh, memunculkan masyarakat egaliter yang memiliki daya beli cukup kuat. Tak adanya ketimpangan ekonomi yang terjadi di tengah masyarakat, menjadi salah satu sebab bertahannya Aceh dalam kurun waktu yang cukup lama.
Penguasaan jalur perdagangan tersibuk pada masa itu : Selat Malaka, menjadi faktor berikutnya yang mengantarkan Aceh kepada zaman gilang-gemilang. Jatuhnya kota Malaka di tahun 1511 oleh serangan Portugis, menjadi titik balik bagi kebangkitan Aceh. Estafet peradaban Melayu yang sebelumnya dibina oleh Kerajaan Malaka, diambil alih Kesultanan Aceh. Para saudagar muslim yang biasanya berkumpul di Malaka, perlahan-lahan beringsut meninggalkan kota tersebut untuk menetap dan berdagang di Kutaraja. Selain perdagangan, ilmu pengetahuan dan sastra juga berkembang cukup pesat. Beberapa cendekiawan Aceh seperti Hamzah Fansuri, Abdul Rauf Singkel, Syamsuddin al-Sumatrani, dan Nuruddin Al-Raniri, banyak melahirkan karya besar yang kemudian menjadi rujukan para sastrawan dan ilmuwan Melayu.
Pada abad ke-16, hanya Portugis-lah pesaing serius Kesultanan Aceh di Selat Malaka. Meski kekuatan Aceh telah bersatupadu dengan kerajaan-kerajaan kecil di pantai timur Sumatra, namun Portugis tetap tak terkalahkan. Sampai tahun 1641, Portugis terus menguasai Malaka hingga akhirnya takluk di bawah kekuatan VOC. 130 tahun persaingan Aceh versus Portugis di Selat Malaka, banyak memberikan keuntungan bagi perdagangan Aceh. Kutaraja, ibukota sekaligus pelabuhan terpenting kerajaan, segera menjelma menjadi kota paling sibuk di Kepulauan Nusantara. Pengusaha muslim dari berbagai negara yang menghindari kekuatan Portugis di Malaka, banyak bertransaksi disini dan kemudian membangun pemukiman mereka. Pada masa itu, daerah Aceh Besar memiliki penduduk hingga 300.000 jiwa, dan merupakan salah satu wilayah terpadat di Indonesia.
Kekayaan ibukota-pelabuhan itu, memungkinkan para penguasa selanjutnya untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang bergantung kepada ekonomi pertanian. Didukung oleh angkatan laut yang mumpuni, Aceh menyerang kerajaan-kerajaan pantai timur Sumatra. Daya, Aru, Asahan, Deli, dan Panai, dalam waktu relatif singkat berhasil ditaklukkan. Politik ekspansi Aceh di pantai timur, tertahan oleh pasukan Minangkabau yang menyokong Kesultanan Siak. Persaingan tajam antara Aceh dan Minangkabau, adalah rivalitas klasik sepanjang tiga abad (abad ke-16 hingga ke-18) sejarah dunia Melayu. Mereka tak hanya bersaing dalam perebutan hegemoni Pulau Sumatra, namun juga hingga ke Semenanjung Malaysia. Di Semenanjung, Aceh berhasil menancapkan kekuasaannya di Kedah, Pahang, dan Johor. Sedangkan di pantai barat, pelabuhan-pelabuhan penting imperium Minangkabau : Barus, Natal, Tiku, Pariaman, dan Padang, juga berhasil dikuasainya. Penguasaan Aceh atas sebagian wilayah Sumatra dan Semenanjung, memungkinkan mereka untuk memonopoli perdagangan lada yang menjadi komoditi penting di Eropa dan Timur Tengah. Keuntungan besar memonopoli, membuat negeri serambi Mekkah itu semakin kaya raya.
Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (1537 - 1571) dan kemudian Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636), Aceh merupakan negara militer terkuat di Nusantara. Kekuatan militernya terutama berkat dukungan Imperium Turki Utsmani, yang pada masa itu menjadi adidaya dunia. Dengan perlengkapan senjata serta kapal-kapal perang modern, Aceh beberapa kali mengancam kekuatan Portugis di Selat Malaka. Meski penyerangan pada tahun 1547 dinilai gagal, namun peperangan di tahun 1562 memberikan kemenangan untuk Aceh. Pada tahun 1586, sekali lagi Aceh menyerang Portugis di Malaka. Kali ini Aceh menurunkan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang serta 60.000 tentara laut. Namun penyerangan ini kembali dapat dipatahkan oleh aliansi Portugis-Johor. Pada masa pemerintahan Iskandar Muda, Aceh banyak merekrut legiun-legiun asing. Angkatan perangnya ketika itu terdiri dari serdadu asal Turki, Malabar, Luzon, dan Ethiopia. Didukung oleh kekuatan tempur terbaik, pada permulaan abad ke-17 Aceh berhasil menguasai Semenanjung dan meminimalisir peran Portugis di Selat Malaka.
Kemunduran Aceh
Meski Iskandar Muda mampu memperluas teritori kerajaan, namun ia tidak sanggup mengendalikan pertanian dan orang-orang kaya di sekitar ibu kota. Semakin padatnya penduduk Aceh, maka diperlukan lahan pertanian yang makin besar untuk mencukupi pangan mereka. Invasi Iskandar Muda ke tanah Batak yang subur, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat Aceh yang terus meningkat. Dennys Lombard melukiskan bahwa kemunduran Aceh pada abad ke-17 disebabkan oleh keberhasilannya yang terdahulu. Dimana daerah perkotaan-pelabuhan telah berkembang sedemikian rupa melampaui kemampuannya untuk menghidupi masyarakatnya.
Rongrongan dari raja Pagaruyung atas kota-pelabuhan di pesisir barat, juga menjadi pemicu rontoknya pamor Kesultanan Aceh. Tiku, Pariaman, dan Padang yang selama ini menjadi basis perdagangan lada yang cukup menguntungkan, satu per satu mulai melepaskan diri. Kehadiran Belanda dan kemudian Inggris di Selat Malaka, ikut mengganggu kedudukan Aceh di perairan tersebut. Dua kekuatan baru Eropa ini, bahkan memiliki jaringan dagang dan militer yang lebih solid dibandingkan Portugis pesaing mereka terdahulu.
Setelah mangkatnya Sultan Iskandar Tsani (1636 - 1641), Aceh masuk ke dalam era kepemimpinan sultanah. Diawali dari Ratu Safiatuddin Tajul Alam — janda Iskandar Tsani yang juga merupakan putri Iskandar Muda — hingga Ratu Zainatuddin Kamalat Syah, tanah rencong memasuki zaman kegoyahan. Setelah itu, Aceh diperintah oleh sebelas orang sultan yang tak memiliki arti. Tiga orang keturunan Arab (1699 - 1726), dua orang Melayu (1726), dan enam orang berkebangsaan Bugis (1727 - 1838). Pada masa kepemimpinan mereka, wilayah kekuasaan yang begitu luas mulai tak terkendali. Negeri-negeri tetangga, terutama Johor dan Minangkabau, menggerogoti Aceh dari segala penjuru. Hingga akhir abad ke-18, daerah kekuasaan Aceh tidak melebihi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dewasa ini. Bahkan beberapa wilayah Aceh di Meulaboh dan Tapaktuan, masuk ke dalam koloni dagang Minangkabau.
Mundurnya angkatan perang Aceh juga disebabkan oleh pudarnya dominasi Turki di Lautan Tengah. Negara-negara Barat macam Inggris dan Belanda, sudah tak takut lagi dengan pengaruh militer Turki Utsmani di Aceh. Bahkan mereka telah berembuk melalui Traktat London (1824) dan Traktat Sumatra (1871), untuk menghabisi Kesultanan Aceh. Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam berkebangsaan Belanda, menjadi arsitek kekalahan Aceh dalam perang yang penuh kebrutalan. Pada tahun 1904, secara de facto dan de jure Aceh takluk dan menjadi bagian Hindia-Belanda.
Pada masa kemerdekaan Indonesia, tak banyak yang bisa dilakukan rakyat Aceh untuk mengembalikan marwah dan posisi mereka. Malah yang didapat adalah kekecewaaan demi kekecewaan yang pada gilirannya melahirkan pemberontakan yang banyak menyengsarakan rakyat. Tak hanya itu, pemberontakan ini juga berakibat tereliminasinya kedudukan Aceh dalam kursi elit republik. Dimana sedikit sekali menteri-menteri dan pimpinan partai politik yang datang dari kalangan Aceh. Kini tak ada lagi kebanggaan yang tersisa. Setelah pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka yang kemudian disusul oleh bencana tsunami, Aceh menjadi salah satu negeri termiskin di Indonesia. Namun ada secercah harapan yang muncul, dari banyaknya mahasiswa Aceh yang duduk di berbagai universitas terkemuka tanah air. Mereka tidak hanya pintar dalam menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan, namun juga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan sosial-politik. Diharapkan ! mereka inilah nantinya yang akan menjadi tunas-tunas baru bagi kebangkitan bangsa Aceh.
afandri adya
Bangkit dan Runtuhnya Kesultanan Aceh
Share this
Related Articles :
Arsip Blog
-
▼
2006
(6743)
-
▼
September
(1420)
- Pohon Yahudi Pohon Gharqad
- Perkumpulan Tumaritis Harapkan tak Ada Eksploitasi...
- Manusia Pertama ada di Indonesia
- Petualangan Kapal SS Jesmond dan penemuan Atlantis...
- Partikel Tuhan Ditemukan?
- Gereja 1.500 Tahun di Israel
- Manusia & Beruang 'Rebutan' Rumah 32.000 Tahun Lalu
- Tidak Satupun Kristiani Bakal Masuk Surga Di Jamin
- Mengungkap Kebenaran Legenda Putri Duyung Dari Mas...
- 11 September 2001 Sebagai Cuci Otak Trauma Okult
- Dajjal Akan Muncul Dari Segitiga Bermuda (?)
- Struktur Mirip “Tembok” Lurus di Dalam Laut Utara ...
- Benarkah Perang Nuklir Sudah Ada Sejak Zaman Prase...
- MENAG RI : SYI’AH BAGIAN DARI UMAT ISLAM
- Teuku Umar Johan Pahlawan
- KAMANG, TUANKU NAN RENCEH DAN WAHHABI (SEBUAH KAJI...
- Sobe Sonbai III
- Perang Kamang 1908 Sebuah Pembuktian Kekuatan Per...
- Bukti Komet Semaikan Benih Kehidupan Ditemukan
- Sultan Ageng Tirtayasa, Perjuangan Tanpa Akhir dem...
- Kebenaran Tentang Kepimpinan Imam Mahdi
- Kehidupan Dekat Gunung Padang Perlu Diteliti
- Gunung Padang Perlu Diteliti Lintas Ilmu
- Arkeolog Pertanyakan Pengeboran Gunung Padang
- Wajah Sumeria Ada di Candi Jawa?
- Belajar Dari Peradaban Mesopotamia Kuno (Seri Pera...
- Teliti Gunung Padang Secara Menyeluruh
- Meski Bukan Piramida, Situs Gunung Padang Punya Po...
- Serangan Umum 1 Maret, Untuk Siapa?
- Ma’ Nene’, Ritual Unik Suku Toraja
- Di Masa Silam, Irak Pernah Membeku
- NASA: Asteroid Ancam Tabrak Bumi pada 2040
- Ilmuwan Temukan Kemungkinan Hidup Abadi
- Misi ke Mars Terancam Selesai?
- Kitab Arab Kuno Ungkap Baghdad Pernah Membeku
- Seabad Pejelajahan Radio Untuk Menjangkau Alien
- Asteroid ini Kemungkinan Menumbuk Bumi di 2040
- Baghdad Pernah Beku 1.000 Tahun Lalu
- Peyot Yahudi
- Vatican-Turki:Paus Benediktus XVI Ingin Ungkap Rah...
- Jejak Mestizo/Topas (Portugis Hitam) di Pesisir Ti...
- Fikih Sahabat Nabi: Ah, Umar… Umar…
- Multatuli (Eduard Douwes Dekker) Seorang Freemason...
- Pemuda Pejuang 45 dari Kecamatan Palipi-Samosir, I...
- Rekontruksi Pergerakan Per(empu)an Indonesia
- Nau mai, Haere mai. Selamat Datang ke Te Papa: Ser...
- Falsafah Diri Situs Gunung Padang
- Muhammad Adalah Nabi Terakhir Yang Ditunggu Umat H...
- Bale Kambang, Mengintip Pemandian Istri Raja Yogya...
- Ada Miliaran Bumi Super di BimasaktiPenelitian par...
- Harta Karun Kuno Ditemukan di Laut Yunani
- Warga Desa di Serbia Dicekam Horor Vampir
- Sebuah Kota dari Tanah Liat
- Memahami Nasionalisme Etnik
- Menyingkap Konspirasi Besar Zionis-Salibis dan Neo...
- Kapal Nabi Nuh Diduga Berasal dari Nusantara
- Tanpa Pelaut Nusantara, Tidak Ada Mummy Fir’aun & ...
- The ACEH CODE” | 21 WASIAT SULTAN ACEH
- Menjelang Kiamat, Manusia Berzina di Jalanan
- Rahasia
- Aceh di pustaka dunia
- Tandur (Sistem Tanam Padi Warisan Kolonial Jepang)
- Menguak Misteri Waktu Berputar Kembali
- 'Noah's Ark Ministries International' Mengklaim Te...
- Fenomena Mel's Hole
- Kejadian - Kejadian Aneh Dan Misterius Seputar Pe...
- Fenomena Tentara Allah Di Gaza
- Pergeseran Kutub di Tahun 2012
- Ayat Suci dalam Kromosom Manusia
- Planet Nibiru Penyebab Kiamat 2012?
- Planet X (Nibiru)
- Tanda-tanda Kiamat Menurut Islam
- Misteri Segitiga Bermuda versi islam
- Misteri Segitiga Bogor
- Unidentified Submarine Object
- Tongkat Komando Bung Karno
- Petunjuk Al-Qur’an Tentang Makhluk Berakal di Luar...
- Petunjuk Al-Qur’an Tentang Makhluk Berakal di Luar...
- Kain Kafan Turin
- Ribuan Ton Emas Tenggelam di Teluk Painan
- Sisingamangaraja XII Pahlawan Nasional dari Tanah ...
- The Dahomy Amazone, Para Prajurit Wanita
- Mata-mata dan Dajjal yang Pasti Akan Datang
- Kecerdasan Imam Asy-Syafi
- Perdebatan Antara Nabi Adam dan Nabi Musa
- Inilah Negeri Kaum Aad yang Dibinasakan
- Kisah Perjuangan Bilal Bin Rabah Radhiallahu Anhu
- Memetik Pelajaran Dari Kisah Sebatang Kayu
- Sejarah Cleopatra Sang Ratu Mesir Tercantik yang M...
- Mustika Ular Pemberian Datu Amin Kelaru
- Fakta Sejarah Dunia Yang Dirahasiakan
- Benarkah Bulan Adalah Buatan Makluk Cerdas?
- Majapahit Bukan Peradaban Pertama Nusantara
- Peta Dunia Kalau dibalik Terbentuk Tulisan Allah S...
- Sandal Jepit merek Jepang Kumal Milik Istriku
- Tulang Rusuk Yang Hilang
- Sungai dan Danau Dalam Tanah
- Percakapan Malaikat Jibril, Kerbau, Kelelawar dan ...
- Mars memiliki Laut bernama Martian
- Hitler Hidup Lagi di Bangkok, Kok Bisa?
-
▼
September
(1420)