Saran Peneliti Soal Lahan Situs Sejarah Lamuri



Peneliti sejarah kebudayaan Islam, Taqiyuddin Muhammad menyarankan aparat Pemerintah Gampong Lamreh, Aceh Besar dan pecinta sejarah mendesak Pemerintah Daerah untuk menjamin hak-hak warga pemilik tanah lokasi situs sejarah Lamuri.

“Menuju penyelesaian yang baik, saya kira warga Gampong Lamreh diwakili Geuchik dan tokoh masyarakat bersedia duduk bermusyawarah dan bermufakat dengan berbagai pihak pemerhati dan pecinta sejarah Aceh serta tinggalan sejarahnya, terutama MAPESA dan ikut pula BP3,” kata Taqiyuddin Muhammad kepada The Atejh Post, Rabu, 5 September 2012.

Seperti diketahui, belum lama ini Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala atau BP3 Aceh – Sumut telah menetapkan kawasan perbukitan Lamreh, Krueng Raya, sebagai situs sejarah. Kawasan itu disebutkan sebagai bekas pertapakan Kerajaan Lamuri yang berdiri sebelum era Kerajaan Aceh Darussalam.

Menurut Taqiyuddin, mufakat itu penting untuk menuntut dan mendesak Pemerintah Aceh atau Pemerintah Aceh Besar agar segera menjamin dan memastikan pembebasan areal situs sejarah itu demi lestarinya situs sejarah. Dengan demikian, kata dia, warga pemilik tanah situs tidak perlu diresahkan oleh kekhawatiran terkait kepentingan mereka yang tidak terpenuhi.

“Kalau mereka telah bersedia melepaskan kepemilikan atas tanah itu sebenarnya sudah merupakan kesempatan baik bagi pemerintah untuk menjadikannya sebagai aset kebudayaan yang penting. Saya kira, kita sebagai pemerhati atau peminat, perlu menempuh jalan-jalan yang baik untuk menyadarkan pemerintah serta masyarakat tentang kepentingan situs ini,” katanya.

Taqiyuddin menilai inisiatif MAPESA untuk menyelenggarakan pameran kebudayaan adalah suatu hal yang pantas diapresiasikan dan didukung bersama.[]

AP