LINTASAN SEJARAH ISLAM (2):

BANGSA ARAB , SEMIT DAN AGAMA-AGAMA KUNA DI MESOPOTAMIA

Arab dan Semit


Bangsa Arab temasuk ke dalam rumpun bangsa Semit, begitu pula bahasanya. Jauh dari persangkaan banyak orang, mereka memiliki sejarah panjang alam peradaban dan kebudayaan dunia. Mereka juga pernah mendirikan kerajaan-kerajaan besar yang patut dibanggakan jauh sebelum munculnya agama Islam.



Menurut Ismail R. Faruqi, secara garis bahasa-bahasaaa Semit ini terbelah ke dalam dua kelompok besar.


Pertama, rumpun yang dipakai penduduk yang mendiami bagian utara Jazirah Arab terdiri dari : (1) Bahasa Akadia, Babylon dan Assyria yang digunakan di bagian timur Jazirah Arab Utara, yaitu di Iraq sekarang ini; (2) Bahasa Aramaik, Syria, Madain, Nabatea, Samaritan, Yahudi dan Palmyra di wilayah paling utara; (3) Bahasa Fuenisia, Suryani Ibrani dan Kanaan di bagian barat Jazirah Arab Utara.


Kedua, rumpun yang digunakan di separuh bagian selatan: (1) Bahasa Arab dengan berbagai logatnya; (2) Bahasa Saba’ atau Himyar dan Habsyah. Bahasa Himyar pecah ke dalam dialek-dialek Minaea, Mahri dan Hakih; bahasa Habsyah terpecah ke dalam logat-logat Tigre, Amharik dan Harari.


Orang Semit telah lama memiliki kerajaan, dan dapat dibagi dalam beberapa zaman. Kerajaan Semit I ialah Akadia Lama (2800—2360 SM) dan Akadia Baru di Mesopotamia (2360-2112 SM). Kerajaan Semit II ialah Assyria. Kerajaan ini menguasai wilayah Mesopotamia di sekitar aliran Sungai Tigris. Kerajaan Assyria diperintah oleh sukubangsa yang berbeda-beda:



(1) Pemerintahan Orang Amuru (abad ke-20-14 SM);


(2) Pemerintahan Orang Kanaan (abad ke-20 SM);



(3) Pemerintahan Orang Aramea (abad ke-13 SM);


(4) Pemerintahan bangsa Assyria (abad ke-14 – 7 SM);


(5) Pemerintahan bangsa Chaldea (626-539 SM). Di bawah pemerintahan


Chaldea, orang Semit menaklukkan Mesir dan Hilal Subur;


(6) Pemerintahan orang Ibrani tahun 19 sampai 1 SM. Orang Ibrani


berasal dari bangsa Amuru.




Agama Mesopotamia.



Orang-orang Semit di Mesopotamia dan Assyria memiliki sistem kepercayaan polytheis. Intipati sistem kepercayaan mereka dapat diringkas sebagai berikut:


Pertama. Mereka memandang bahwa wujud dan kenyataan ada dua: Yang satu, bersifat keruhanian, suci, mutlak, kekal dan memerintah; yang kedua, yang bersifat kebendaan, kemanusiaan, senantiasa berubah dan takluk pada undang-undang langit.


Kedua. Kekuasaan ilahi penting bagi manusia karena merupakan sesuatu yang patut diamalkan.


Ketiga. Manusia dicipta dengan tujuan tertentu dan tujuan itu bukan untuk diri manusia semata-mata, tetapi juga untuk tujuan ilahiyah. Karena itu manusia wajib menyembah Tuhan. Penyembahan perlu untuk membektuikan ketaat manusia kepada penciptanya dan agar perintah Tuhan terlaksana di muka bumi.


Keempat. Karena kepatuhan kepada Tuhan itu wajib dan perintah Tuhan itu patut dilaksanakan, maka manusia dibebani tanggungjawab. Mereka yang bertanggungkawab akan memperoleh pahala berupa kesejahteraan dan kebahagiaan, dan apabila ingkar akan akan mengalami siksaan. Prinsip ini memungkinkan manusia mampu memikirkan dan memahami bahasa wahyu.


Kelima. Rancangan Tuhan mencakup kehidupan alam semesta dan kehidupan manusia. Kehidupan merupakan kesatuan organik, saling berkaitan bagian yang satu dengan yang lain.



Faham dualis dalam ontologinya itu membuat orang Mesopotamia memelihara sifat transenden ilahi dan tidak memberi peluang sifat immanen. Ini merupakan kebalikan dari pandangan Mesir Kuno, yang memandang adanya persatuan antara dewa (yang transenden, tanzih) dan segala sesuatu yang ada di dunia (yang immanen, tasybih). Rumput du bumi, kehijauan dan kesegaraannya merupakan penjelmaan Osiris. Orang Mesopotamia menolak pandangan tersebut.


Dewa Tertinggi Mesopotamia ialah Amu, Dewa Langit. Amu dilahirkan oleh Anghar dan Kishar, dan Kishar adalah putra Apsu dan Tihamat, yang merupakan dewa air tawar dan air masin. Keturunannya memiliki hirarki tinggi seperti langit yang mewakili manifestasinya. Dewa lain yang disembah ialah Elil, dewa angin ribut – simbol kekuasaan yang menghancurkan keingkaran dan memiliki kekuatan memaksa agar manusia tunduk pada undang-undang langit. Dewa ketiga ialah Ki dan Ea atau Enki. Ki ialah Dewa Bumi dan Enki, ibu semua bayi yang baru dilahirkan serta penggerak semua makluk hidup. Amu punya anak, Mumumm dewa awan dan embun. Tetapi dari sekalian dewa itu yang paling penting ialah Marduk. Marduk ialah perhimpunan semua kekuatan dan kekuasaan dewa-dewa berada di bawah kendalinya. Marduk itulah yang memerintah dewa-dewa. Penjelasan tentang kekuasaan Marduk ini digunakan untuk menerangkan masalah kemasyarakatan dan negara.


Agama Mesopotamia tenggelam setelah Cyrus, maharaja Persia, menaklukkan Mesopotamia pada abad ke-3 M. Di wilayah lantas berkembang agama Zoroaster.


Agama Orang Amuru. Secara hakiki agama orang Amuru atau Amorit, yaitu suku Semit yang menaklukkan Mesopotamia pada abad ke-20 s/d 12 SM, sama dengan Yudaisme, agama orang-orang Yahudi. Konsep kepercayaan agama mereka bersifat monotheistik. Dalam konsep orang Amuru kerajaan Tuhan meliputi empat penjuru alam. Menurut mereka jika benar bahwa Marduk itu Tuhan, maka tuhan-tuhan yang lain tidak diperlukan lagi. Dewa-dewa orang Mesopotamia dianggap sebagai khayalan.


Dengan demikian sejak munculnya orang Amuru, bangsa Semit mulai mengenal konsep monotheisme. Asas-asas ajaran agama yang dianut orang Amuru ini sejalan dengan inti ajaran agama Ibrani lama, yaitu monotheisme yang diajarkan oleh para rabbi Yahudi di Timur Dekat. Dalam agama Ibrani Lama, kepercayaan terhadap Tuhan ang Satu atau Esa telah ditegaskan sedemikian rupa. Mereka menyebut Tuhan sebagai Bapa, sehingga muncul istilah Tuhan bapa-bapa kami, Tuhannya Ibrahim. Sedangkan diri mereka disebut anak-anak Tuhan. Untuk Tuhan digunakan istilah Elohim (sama dengan Ilahi dalam bahasa Arab). Sedangkan dalam kitab Taurat Tuhan juga disebut Yahwe, yang secara etimologi berkaitan dengan kata-kata Ya Huwa (Dia) dalam bahasa Arab. Sedangkan Bani Israil disebut Bani Elohim.


Orang Yahudi mengalami eksodus pada zaman Nabi Musa a.s., yaitu beramai-ramai meningggalkan Mesir untuk menjauhi penindasan Fir’aun. Pada zaman Nabi Daud mendirikan kerajaan di Palestina. Ketika itu penduduk Palestina merupakan campuran dari berbagai sukubangsa Semit seperti Hitti, Perint, Jebusit, Moahit, Philistin, Phoenisia, Suryani dan Canaan. Pada zaman Nabi Daud inilah perumusan yang mantap dari Yudaisme atau agama Ibrani bermula. Mereka bisa mengembangkan kebudayaan dan peradaban karena memiliki negara.



Tetapi malang, akibat penaklukan Nebukadnesar dari Babylon (Iraq) pada abad ke-6 dan kemudian Cyrus dari Persia (Iran) pada abad ke-5 S.M., orang Yahudi mengalami holocaust. Mereka menjadi orang buangan, dan hidup terserak-serak di banyak negeri. Setelah penaklukan Persia, tak lama kemudian Rumawi Timur menaklukkan Palestina dan Syria. Rumawi menduduki wilayah itu hingga awal abad ke-7 M. Tak lama kemudian pasukan Arab Muslim merebut wilayah itu dari tangan Romawi. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah (661-749) wilayah ini mengalami proses Arabisasi dan Islamisasi yang dahsyat.


Pengaruh Persia dan Ibrani. Setelah Cyrus menaklukkan Mesopotamia, pengaruh agama dan kebudayaan Persia nulai tertanam di kalangan orang-orang Semit. Begitu pula kebudayaan Semit mulai mempengaruhi kebudayaan Persia. Tulisan Aramaik dijadikan dasar aksara Pahlewi atau Persia Kuno. Melalui Mesopotamia inilah kebudayaan Persia mempengaruhi orang Arab pada khususnya, Semit pada umumnya. Tetapi di bidang keagamaan pengaruh Persia sangat kecil. Bangsa-bangsa Arab misalnya menolak konsep rij’at (mahdiisme atau mesiah), tanasukh (perpindahan ruh seseorang kepada keturunannya) dan hulul (inkarnasi). Begitu pula konsep eskatologi Zoroaster sama sekali ditolak oleh orang Arab. Hanya sebagian kecil orang Semit terpengaruh konsep keagamaan Persia, seperti kelak terlihat pada sekte-sekte tertentu Islam dan Kristen di Mesir, Libanon, Syria, Iran, Turki, Iraq dan lain-lain.


Agama orang Ibrani juga tidak terlalu menarik perhatian orang Arab. Pada zaman holocaust memang terdapat banyak pendeta Yahudi mengembara dari tempat satu ke tempat lain di gurun pasir untuk menyebarkan agama. Orang-orang Ibrani juga menduduki wilayah barat daya Jazirah Arab dan aktif dalam perniagaan. Tetapi pengaruh langsung mereka tidak terasa. Di Yaman juga terdapat orang-orang Yahudi yang berhasil mengajak raja di situ memeluk Yudaisme. Di sini mereka memperkuat diri menghadapi ancaman raja Habsyah (Abisania) yang ingin menyebarkan agama Kristen di wilayah itu. Pada tahun 570 M, raja Habsyah bernama Abrahah memerintahkan pasukannya menyerang Yaman dengan pasukan gajahnya. Yaman berhasil diduduki dan agama Kristen mulai tersebar di sinni. Pasukan Abrahah eneruskan perjuangan menyerang Mekkah, tetapi gagal menduduki Ka’bah karena serangan burung ababil yang ganas terhadap pasukannya.


Pertanyaannya, mengapa orang Ibrani tidak dapat merebut hati orang Arab? Karena orang Ibrani terlalu materialistis dan etnosentris. Faktor lainnya ialah karena mereka sering mengingkari ajaran kitab suci mereka sendiri, Taurat. Orang Arab melihat mereka ini menghalalkan segala cara. Malahan di Babylon, orang-orang Ibrani ini sudah mulai dipengaruhi konsep keagamaan Persia. Konsep keagamaan Persia yang berpengaruh terutama ialah rij’at dan hulul.




Agama Kristen. Orang Kristen cukup banyak terdapat di negeri Arab menjelang datangnya agama Islam. Tetapi pengaruh agama ini kecil. Ada banyak faktor bisa menjelaskannya. Byzantium sebagai kemaharajaan Kristen tidak berminat menyebarkan agama mereka di Jazirah Arab. Mereka memerlukan orang-orang Arab hanya sebagai perantara di bidang perdagangan. Hanya beberapa suku Arab di bagian utara jazirah yang memeluk agama Kristen. Orang Kristen mulai banyak terdapat di bagian tengah jazirah Arab setelah terjadi perpindahan besar-besaran penganut madzab Nestoria, Monofisit dan lain-lain oleh kaisar Justianus I dari Byzantium. Tidak sedikit di antara mereka adalah para pendeta.


Di Edessa dan Jundishapur mereka mendirikan sekolah-sekolah agama, di samping lembaga penelitian ilmiah. Tetapi di jantung jazirah Arab kegiatan mereka tenggelam oleh hiruk pikuk kehidupan suku-suku baduwi Arab yang kerap bersengketa. Namun di sini mereka berhasil mendirikan beberapa sekolah agama, yang mengajarkan membaca dan menulis, khususnya kitab suci Injil. Di antara murid-muridnya terdapat orang-orang dari suku Quraysh, tetapi mereka pada umumnya tidak tertarik untuk memeluk agama Kristen. Mereka masuk sekolah Kristen untuk belajar membaca dan menulis. Juru tulis Nabi pada maa awal kerasulannya adalah orang-orang yang dahulunya belajar di sekolah Kristen ini. Jumlah mereka tidak lebih dari 10 orang.


Pada waktu Nabi Muhammad s.a.w hijrah ke Madinah, sekolah-sekolah Islam didirikan meniru model sekolah-sekolah Kristen ini. Gedung sekolah berdampingan dengan rumah ibadah, dan pendidikan yang diutamakan ialah membaca dan menulis. Selain mempelajari kitab suci, yang diajarkan adalah puisi Arab lama.



(BERSAMBUNG)






Hamurabi, raja Babylonia abad ke-10 M. Peletak undang-undang tertulis pertama di dunia.

Prof. Dr. Abdul Hadi W. M.