Ir. Soekarno, Presiden RI yang Tersingkirkan

13168928031059035782
Tentu kita tak akan lupa jasa serta perjuangan Ir. Soekarno pada masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia. Ia rela keluar masuk penjara demi mendapatkan sebuah kemerdekaan untuk Indonesia dan akhirnya keinginannya tercapai yaitu Soekarno bersama Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di teras depan rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no 56 (kini Jalan Proklamasi) dan sehari sesudahnya, Soekarno dan Hatta diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI pertama setelah Indonesia menyatakan merdeka.

Selama berkuasa, Presiden Soekarno selalu membuat kontroversi. Yang pertama pada tahun 1953, ketika tersiar kabar Presiden Soekarno akan menikah kembali dengan seorang janda yang mempunyai 5 anak asal Ponorogo yang bernama Hartini.

Ada pula saat Soekarno berpidato lantang menyatakan Ganyang Malaysia sebagai bentuk kemarahan atas berdirinya negara Malaysia yang menurut Soekarno itu adalah boneka bentukan Inggris untuk mengontrol Indonesia lebih dekat. Lalu yang lebih parah pada awal tahun 1965 yakni Presiden Soekarno menyatakan Indonesia keluar dari PBB atas bentuk protes karena diterimanya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB lalu mendirikan Conefo (Conferences of New Emerging Forces) yang beranggotakan negara – negara Nonblok.

Kekuasaan Soekarno mulai terkikis ketika ia menandatangani sebuah surat perintah yang dikenal dengan sebutan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) yang ditandatangani pada 11 Maret 1966 di Paviliun Istana Bogor. Sejak itu pula peran Soekarno mulai terasing atau bahasa kasarnya kita sebut “Presiden yang di tahan” dan MPRS menangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden RI pada 1967. Otomatis Soekarno harus meninggalkan Istana Merdeka Jakarta, tetapi masih di izinkan menempati Istana Bogor bersama Ibu Hartini.

Setahun kemudian pada tahun 1968, Soeharto diangkat menjadi Presiden RI ke-2 dan Soekarno harus angkat kaki dari Istana Bogor dan hanya diberi waktu beberapa jam untuk mengemas barang – barangnya. Sangat tidak manusiawi, seorang Mantan Presiden di usir secara kasar dari Istana dan tidak sempat membawa seluruh harta bendanya pergi. Lalu Soekarno bersama Hartini pindah ke sebuah rumah peristirahatan di Batu Tulis Bogor tetapi tak lama disana, Soekarno jatuh sakit dan salah satu anaknya meminta izin kepada Soeharto untuk memindahkan bapaknya yang sudah sakit ke Jakarta.

Permintaan dikabulkan dan akhirnya Soekarno di pindahkan ke Jakarta dan ditempatkan di Wisma Yaso (tempat tinggal milik istrinya yang lain yaitu Ratna Sari Dewi) dan sejak itu Soekarno dikenakan tahanan rumah. Tidak boleh keluar rumah, dan tidak boleh menerima tamu kecuali anak – anaknya serta Ibu Hartini selaku istri. Disaat sakitpun tidak dirawat semaksimal mungkin sampai Soekarno meninggal dunia pada 21 Juni 1970 di RSPAD Gatot Subroto. Dari sini kita bisa melihat bahwa Pemerintahan Soeharto saat itu tidak ada perhatian sama sekali terhadap Soekarno yang separuh hidupnya dia habiskan dipenjara demi kemerdekaan Indonesia.

Indonesia hanya memiliki seorang Presiden yang tegas, sederhana serta yang khas dari Soekarno adalah gaya pidatonya yang berapi – api dan termasuk berani dalam mengambil keputusan seperti menyatakan keluar dari PBB atas bentuk protes atas masuknya Malaysia walau keputusan yang diambil berdampak buruk dalam hubungan luar negeri Indonesia.

Presiden Soekarno adalah Presiden yang sederhana, suka makan sate bersama para pengawal Kepresidenan yang dijual di pinggir jalan lalu sangat senang makan dengan menggunakan tangan. Suka berbaur dengan masyarakat biasa demi melihat kelangsungan hidup mereka secara langsung, serta tidak pernah mengeluh atas perlakuan yang ia dapatkan dari Pemerintah Soeharto serta mungkin tidak ada presiden kita yang diwawancara sekilas dengan menggunakan kaos oblong.

Miris melihat hal tersebut, ini adalah bukti bahwa Pemerintah tidak menghargai perjuangan Soekarno yang berjuang hidup dan mati demi Indonesia serta berusaha menghilangkan ingatan masyarakat terhadap Soekarno dan lebih mengekspose perjuangan Soeharto.

Putri Ir. Soekarno yaitu Sukmawati saat diwawancara saat mengenang Soeharto yang wafat menyatakan tidak akan memaafkan Soeharto atas perlakuannya terhadap Soekarno yang sudah tidak manusiawi dan terlalu ketat. Salah satu istri Soekarno yaitu Ratna Sari Dewi juga mengatakan tidak akan memaafkan Soeharto dan ia mengisahkan ketika mendengar Soekarno sakit keras, ia bersama anaknya Karina langsung menuju Jakarta untuk melihat suami yang sudah kritis di pembaringan tersebut. Saat menaiki pesawat, pilot mengatakan kepada Dewi agar mengurungkan niatnya kembali ke Indonesia demi keselamatan tetapi Dewi tetap kekeuh ingin ke Jakarta. Saat transit di Singapura, seorang perwakilan kedubes Indonesia menghampiri Dewi agar kembali saja ke Jepang untuk mencegah hal yang tidak di inginkan. Ternyata Dewi tetap menolak dan melanjutkan penerbangan ke Jakarta dan setelah tiba langsung menuju RSPAD dan hatinya teriris melihat sang suami sudah dalam kondisi kritis dan tidak sempat melihat hasil buah cintanya dengan Dewi Soekarno dan keesokan harinya, Ir.Soekarno meninggal dunia dalam status tahanan rumah !

Presiden Soeharto bersama Ibu Tien melayat ke RSPAD serta melayat ke Wisma Yaso untuk memberikan penghormatan terakhir kepada pendahulunya tersebut tetapi tidak menjadi Inspektur Upacara dalam pemakaman sang prokalamator tersebut dan yang menjadi Inspektur Upacara adalah Panglima ABRI Letjen Maraden Panggabean. Sangat berbeda ketika Soeharto meninggal, yang menjadi Irup adalah Presiden SBY langsung. Selain Irup, lokasi pemakaman Soekarno dan Soeharto juga berbeda. Soekarno dimakamakan disebuah Taman Makam Pahlawan di Blitar dan terpisah dari makam Istri dan anaknya. Kita lihat Soeharto, dimakamkan di sebuah Pemakaman milik keluarga dan satu kompleks dengan istrinya dan mungkin anak – anaknya yang sudah dipersiapkan.

Soekarno pernah berkata “Jangan Melupakan Sejarah” tetapi kenyataannya, Sejarah sudah dimanipulasi oleh Pemerintah saat itu. Dan dibuku pelajaran sekolah, Soekarno selalu dikaitkan dengan Peristiwa G-30s/PKI. Saat ini sangat diperlukan pelurusan Sejarah agar generasi muda tidak salah pengertian.

Melihat hal ini, kita sangat merindukan sosok Soekarno dengan kharismanya yang besar dan selalu berapi – api dalam berpidato. Semoga ada seorang pemimpin Indonesia yang sifatnya seperti Soekarno
Andimas Kurnianda