Ketepatan dalam pengambilan tanah akan mempengaruhi usia sebuah situs.
Pakar arkeologi tidak hanya mempersoalkan metode pengeboran pada situs Gunung Padang, tapi juga pengambilan sampel tanah dan kehidupan di sekitar situs. Sampel tanah dianggap menjadi bagian penting untuk mengungkap usia situs tersebut.
"Pengambilan sampel tanah harus dipisahkan mana yang natural dan mana yang telah diotak-atik oleh manusia atau hewan," kata arkeolog asal Universitas Gajah Mada, Daud Aris Tanudirdjo, di Pusat Arkeologi Nasional, Pajaten, Jakarta Selatan, Kamis 29 Maret 2012.
Menurutnya, ketepatan dalam pengambilan tanah akan memengaruhi usia sebuah situs. Daud juga bercerita bahwa ada suatu artefak di Australia yang sebelunya dianggap berusia 116 ribu tahun yang lalu.
Namun, setelah diteliti kembali tanahnya usia artefak tersebut hanya ribuan tahun saja. "Peneliti di sana lalai memisahkan sampel tanah tidak melihat di sekitarnya banyak hewan semut," katanya. Semut di daerah tersebut, sangat besar sehingga menyebabkan susunan tanah berubah.
Kehidupan di sekitar situs menurut arkeolog juga menjadi pertimbangan bagaimana bangunan itu dapat terbentuk. "Di luar bangunan apakah ada indikasi kultural atau tidak. Apakah sebelumnya ada prosesi upacara di luar bangunan itu," kata Arkeolog Universitas Indonesia, Mundardjito.
Oti, sapaan Mundardjito, menyebutkan soal tanda kehidupan kunci di sekitar bangunan situs, misalnya adanya gerabah. Kehidupan di sekitar situs menurutnya, dapat membantu mengungkap misteri terbentuknya bangunan situs Gunung Padang. (umi)
vivanews