Kota Kupang atau biasa dikenal dengan sebutan Kota Kasih yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, ternyata mempunyai cerita sejarah tersendiri tentang seorang Pahlawan Nusantara. Dia adalah Sobe Sonbai seorang putra Nusantara yang gigih melawan tangan-tangan angkuh kolonial Belanda, dan sampe saat ini untuk mengenang jasa-jasanya dibangun sesosok Patung Ksatria yang menunggang kuda sambil seolah-olah memberikan komando atau instruksi yang terletak di salah satu jalan protokol di Kupang yaitu Jalan Urip Sumoharjo di Kelurahan Merdeka
Sobe Sonbai III adalah seorang raja Timor yang sangat berpengaruh dan Dia berkedudukan sebagai Kaisar (Maharaja) di Kerajaan Oenam dengan ibukota Kauniki di kecamatan Fatuleu sekarang. Sampai akhir hayatnya Raja Sobe Sonbai III tidak pernah menandatangani perjanjian takluk kepada Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang dikenal kejam dan sangat menyusahkan rakyat. Oleh karena itu, dengan segala cara Belanda berusaha untuk menaklukan Sobe Sonbai III.
Dan hal itu pun diketahui pula oleh Sobe Sonbai III. Sobe Sonbai III menjadi sangat marah dan mulai menyusun rencana bersama seluruh rakyat dan para “Meo” (panglima perang). Mereka mulai membangun 3 benteng pertahanan yaitu Benteng Ektob di desa Benu, Benteng Kabun di desa Fatukona dan Benteng Fatusiki didesa Oelnaineno. Setiap benteng dijaga ketat oleh meo-meo dari setiap suku. Meo yang paling terkenal disebut “Meo Naek” atau panglima besar. Meo Naek Sobe Sonbai III bernama Toto Smaut.
Pada bulan September tahun 1905 perang melawan Belanda-pun dimulai dan terus berlanjut dari benteng ke benteng sehingga banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak. untuk mengenang sejarah perang tersebut masyarakat menamai tempat peperangan tersebut dengan nama Bipolo, yang sekarang dikenal dengan Desa Bipolo, kecamatan Kupang Timur.
Belanda akhirnya berhasil merebut benteng terakhir yaitu benteng Fatusiki setelah melewati pertempuran yang sangat sengit dan dipimpin langsung oleh Sobe Sonbai III dan Meo Toto Smaut yang gagah perkasa. Dengan keterbatasan senjata yang dimiliki oleh Sobe Sonbai III dan pasukannya, membuat Kolonial Belanda berhasil memukul rata Sobe Sonbai III dan pasukannya. Pada saat itu Kolonial Belanda memakai senjata yang sangat Modern sedangkan Sobe Sonbai III hanya memakai senjata yang dibuat sendiri secara alami seperti Bambu runcing, panah, dan parang (pedang). Hal itulah yang membuat benteng Fatusiki direbut dan Sobe Sonbai III ditangkap oleh Kolonial Belanda.
Toto Smaut-pun mendengar bahwa Sobe Sobai III dibawa ke Kupang dan dibuang ke Waingapu, Sumba Timur. Demi kesetianya Toto Smaut akhirnya menyerahkan diri ke Kolonial Belanda demi kesetiannya pada Raja Sobe Sonbai III. Toto Smaut dibuang ke Aceh karena jasanya dalam perang Bone, Toto Smaut dikembalikan ke Kupang dan diangkat menjadi Temukung besar di desa Fatuoni sampai akhir hidupnya.
kerajaan Sonbai adalah kerajaan Tradisional yang terbesar dipulau Timor pada masa itu. Wilayah kekuasaan kerajaan Sonbai memanjang dari Miomafo di Kabupaten Timor Tengah Utara sekarang sampai Fatuleu di Kabupaten Kupang. Oleh karena itu, kerajaan Sonbai sangat diperhitungkan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang berpusat di Batavia (Jakarta sekarang). Sebab kerajaan ini merupakan tantangan besar untuk dapat menguasai pulau Timor. Inilah sebabnya pengorbanan dan semangat serta nilai-nilai perjuangan Sobe Sonbai III harus terus kita ingat dalam pikiran dan kita rasakan dalam dada setiap Nona dan Nyong (Nona=Putri, Nyong=Putra) Timor di Nusa Tenggara Timur. Sobe Sonbai III dan para pasukannya sangat patut diberi julukan Pahlawan Nusantara. Pengorbanan dan semangat juang inilah yang harus kita tiruh sebagai masyarakat yang mencintai Tanah Air nya.
BETA BANGGA JADI ORANG KUPANG (Saya bangga jadi orang kupang)
Eka Sari