GARUT, (PRLM).- Kontroversi keberadaan piramida di Gunung Sadahurip, Kampung Cicapar, Desa Sukahurip, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut membuka potensi eksploitasi terhadap gunung dan lingkungan di sekitar gunung tersebut. Masyarakat Sunda yang tergabung dalam Perkumpulan Tumaritis meminta agar semua pihak menghormati Gunung Sadahurip dan lingkungan dengan tidak melakukan eksploitasi terutama yang mengarah kepada keuntungan materi.
"Kalaupun ada penelitian, silakan dilakukan, namun dengan tetap mengedepankan tata krama adat Sunda. Harus permisi terhadap lingkungan dan warga sekitar yang memegang teguh adat Sunda, apalagi, kami meyakini Gunung Sadahurip dengan piramida di dalamnya merupakan bagian dari warisan budaya Sunda yang begitu tinggi," ujar Dyna Ahmad, salah seorang pengurus Perkumpulan Yayasan Tumaritis, Rabu (22/2).
Dyna yang juga disebut Abah Dago ini mengungkapkan, sebagai bagian dari penghormatan atas keagungan warisan budaya dan bentuk penghormatan kepada para leluhur, Kelompok masyarakat Sunda dari Yayasan Tumaritis menggelar ritual budaya di sebuah lahan yang menghadap langsung ke Gunung Sadahurip pada Selasa (21/2). Tampak di antaranya Levana Taufan Soekarno Putra, menantu mantan Presiden RI Soekarno. Diharapkan, segala aktivitas penelitian untuk pembuktian keberadaan piramida di Sadahurip juga diawali dengan menggelar upacara memohon izin dalam tata cara adat Sunda.
Dyna menegaskan, masyarakat Sunda yang tergabung dalam Perkumpulan Tumaritis meyakini keberadaan piramida yag tersembunyi di Gunung Sadahurip, sebagai bentuk peninggalan sekaligus bukti kecerdasan dan tingginya kebudayaan Sunda pada masa lalu. Menurut dia, pada awalnya Gunung Sadahurip terbentuk melalui fenomena alam. Namun, beberapa dekade kemudian, Gunung Sadahurip dibentuk kembali oleh tangan-tangan manusia Lemburia yang hidup sekitar 150 ribu tahun lalu. Selain merupakan cikal bakal orang Sunda, bangsa Lemburia juga merupakan cikal bakal peradaban dunia. Jika piramida di Gunung Sadahurip sudah terungkap, mata dunia bakal tertuju ke Indonesia, khususnya Kabupaten Garut.
"Piramida Gunung Sadahurip merupakan kunci peradaban dunia yang pada saatnya nanti akan terbuka. Apabila teka-teki Gunung Sadahurip sudah terungkap, peradaban dunia juga akan terbuka. Seluruh dunia akan mengetahui, peradaban mereka berawal dari Gunung Sadahurip," ungkap Dyna.
Namun, dia menambahkan, keyakinan ini tidak menutup opini lain atas dasar keilmuan yang menyatakan kalau tidak ada piramida di Sadahurip. Menurut dia, pembuktian hanya tinggal menunggu waktu. "Mari sama-sama membuktikan, dari sisi keilmuan atau secara spiritual. Hanya kami ingatkan, segala kegiatan yang akan dilakukan harus diawali dengan izin dan tata krama Sunda. Bagaimanapun, tata krama Sunda sebagai bagian lingkungan Sadahurip harus dihormati," ungkap Dyna.
Salah seorang anggota perkumpulan Tumaritis lainya, Abah Iwan mengingatkan, kontroversi piramida Sadahurip akan diikuti oleh gelombang eksploitasi yang bisa membawa dampak baik maupun buruk di sekitar lingkungan tersebut. Dia mengatakan, warga dan pemerintah setempat harus berperan aktif dalam menjaga Sadahurip dan lingkunganya.
Dia mengingatkan, jangan sampai eksploitasi untuk kepentingan materi terjadi dan dibiarkan. Bagaimanapun, keberadaan Sadahurip sudah menjadi fenomena yang menyedot perhatian dan animo orang banyak untuk datang dan melihat langsung kemegahan gunung ini. "Pada saat hendak melakukan penelitian, para ahli atau siapapun yang terlibat di dalamnya terlebih dulu harus memohon izin kepada para leluhur di kawasan Gunung Sadahurip melalui ritual khusus. Seperti kata pepatah Sunda, 'Mipit kudu amit ngala kudu menta'. Itu keyakinan kami, terserah, orang mau percaya atau tidak," ungkap Abah Iwan.
Seperti diketahui, kontroversi piramida di Gunung Sadahurip, membuat kawasan tersebut banyaki dikunjungi pengunjung dari luar daerah. Mereka ingin melihat langsung Gunung Sadahurip yang memang memiliki bentuk limas sempurna menyerupai piramida Mesir. Kedatangan ratusan pengunjung setiap harinya dikeluhkan warga setempat. Pasalnya, tidak sedikit pengunjung yang datang tanpa permisi dan mengusik ketenangan warga, bahkan menginjak tanaman warga. (A-168/A-147)***