Tentang Oppenheimer, Atlantis, Nusantara Purba dan Gunung Sadahurip

Pengantar Redaksi: Di kalangan geolog Indonesia, utamanya di kalangan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), pertemuan Prof. Stephen Oppenheimer dan Presiden SBY di Istana Negara pekan lalu masih jadi pembicaraan serius. Salah satu topik hangat seputar pertemuan itu adalah pernyataan Oppenheimer mengenai penelitian yang sedang dilakukan Tim Bencana Katastropik Purba di Gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat.

Namun di luar persoalan itu, pernyataan dan penjelasan Oppenheimer di depan Presiden SBY secara umum sangat menarik untuk disimak. Redaksi mengutip e-mail yang ditulis DR. Danny Hilman, salah seorang peneliti kebumian dan kebencanaan, di mailing listIAGI. DR. Danny ikut dalam pertemuan itu. Ia juga merupakan salah seorang ahli yang bergabung dalam Tim Katastropik Purba yang dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Bersama beberapa ahli lain, DR. Danny adalah yang cukup intens meneliti Gunung Sadahurip.

Redaksi melalukan perubahan kecil redaksional terhadap naskah yang tidak mengurangi maksud dari catatan ini. Selamat menyimak.

***

KEBETULAN saya berkesempatan berdiskusi panjang lebar sampai satu jam lebih dengan Mang Stephen Oppenheimer pada tanggal 2 Februari. Saya juga hadir ketika rombongan Pak Gumilar dan Mang Oppenheimer bertemu dan berbincang-bincang dengan Presiden SBY.

Oppenheimer adalah seorang dokter spesialisasi di bidang genetika. Objek utama dari riset beliau adalah DNA manusia dari berbagai pelosok Indonesia, Asia, Afrika, dll. Saya sangat kagum dengan kemampuan dari riset DNA ini, meskipun terus terang belum mengerti sepenuhnya. Yang jelas, dari DNA manusia yang hidup di satu wilayah kita bisa merekonstruksi evolusi perkembangan DNA tersebut sampai sampai puluhan ribu tahun ke belakang dengan ketelitian yang mengagumkan (meskipun tentu saja tidak seakurat radiometric dating untuk time histories-nya).

Nah berdasarkan riset DNA, manusia Indonesia yang hidup sekarang dapat diketahui bahwa nenek moyang nya sudah di Nusantara sejak 60.000 tahun lalu. Ini sangat menarik, karena kemungkinannya adalah permulaan masa re-populasi manusia setelah Letusan Katastropik Toba!

Dari meneliti DNA ini pula Openheimer dapat memetakan pergerakan populasi manusia purba.

Yang membuat saya “excited” adalah hasil pemetaan DNA yang menunjukan adanya penyebaran populasi tiba-tiba dari manusia (human dispersions) sebagai respon terhadap bencana banjir besar (kenaikan air laut yang sangat cepat atau tiba-tiba) sebanyak tiga kali yaitu dalam perioda 15.000 sampai dengan 8.000 tahun lalu (seperti yang pernah saya uraikan di e-mail ke Pak Koesoema). Alhamdulillah, saya juga dapat info baru dari Oppenheimer bahwa diduga kuat terjadi banjir katastropik purba sekitar 8.000 tahun lalu (6000 SM) ditandai oleh “human dispersal” tsb. Jadi banjir katastropik ini tidak hanya terjadi pada sekitar 14.800 tahun lalu dan 12.000-an tahun lalu saja seperti yang saya pahami sebelumnya.

Ngomong-ngomong soal penggenangan daratan Sunda sejak 20.000 s/d 8000 tahun lalu itu, Openheimer bilang bahwa dia terpaksa ngomong bak geologis untuk bukunya tsb, dan dengan rendah hati minta maaf kalau salah-salah katanya (sambil tersenyum).

Kemudian kita ngobrol tentang betapa indah permainya “lembah” Laut Jawa pada waktu masa sebelum tergenang laut, yaitu sebuah dataran padang rumput yang sangat luas dialiri oleh sungai yang sangat besar yang berhulu ke Pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan sekarang, juga dikelilingi oleh hutan tropis, dan gunung-gunung api. Benar-benar Eden in the East.

Ingat juga bahwa pada jaman dingin diantara 20.000 s/d 10.000 tahun lalu iklim masih ekstrim – dan wilayah yang paling tidak ekstrim adalah di dekat khatulistiwa (saya dengarbaru-baru ini ada larangan ke beberapa Negara di Eropa karena iklim di sana sangat ekstrim – banyak orang meninggal).

Saya bercanda bahwa: “Kalau saya adalah bangsa yang paling adikuasa di dunia waktu itu maka sudah dipastikan wilayah Indonesia khususnya lembah Laut Jawa yang akan saya diami (kalau perlu saya taklukan dulu penduduk aslinya).

Oppenheimer tertawa, lalu bilang: “Benar, tentu saja. Saya yakin bahwa manusia Nusantara Purba mendiami wilayah dataran rendah tersebut sebelum digenangi air.”

Lalu teman di sebelah langsung nyeletuk iseng: “Jadi Pak Oppenheimer percaya bahwa Atlantis itu di Indonesia?”

Ini jawaban Oppenheimer: “Hmm, saya selalu berusaha menghindari nama itu (bukannya tidak percaya) karena setiap saya bilang Atlantis orang-orang langsung memalingkan muka,” katanya sambil mesem-mesem.

Kemudian teman di sebelah saya nyeletuk lagi: “Sudah dengar tentang Piramid Sadahurip? Apakah Pak Oppenheimer percaya piramid itu ada?”

(Dalam hati saya: “Waduhh konyol juga nih teman…”)

Jawaban Oppenheimer, seperti yang saya duga: “Hmm, yeahh, that’s interesting, but forgive me that I always be skeptical to hear such things until I know the facts.”

Teman itu terlihat agak kecewa, tapi saya bisikan: “Jawaban dia justru bagus, artinya dia peneliti beneran. Kalau dia bilang percaya saya malah akan kecewa.”

Kemudian saya cerita bahwa kami menemukan hard facts yang menakjubkan di Gunung Padang yang dikenal sebagai Situs Megalitikum. Saya cerita sedikit dan Oppenheimer kelihatannya sangat tertarik. Dia bilang ingin sekali berdiskusi tentang masalah “scientific findings” detil di Gunung Padang. Dia bilang kalau punya waktu ingin berkunjung ke sana.

Oppenheimer sebetulnya berencana datang pada acara tanggal 7 Februari, tapi minta maaf tidak bisa karena harus segera ke Bali untuk persiapan acara Seminar Kebudayaan di Sanur yang diadakan oleh UI.

Kemudian Oppenheimer bilang bahwa tentu saja akan sangat mengagumkan apabila kita dapat menemukan artefak berupa sebuah monumen/bangunan purba yang megah, meskipun demikian dia tidak riset ke arah sana karena terlalu susah katanya.

(Dalam hati saya: “Tentu saja, ente kan dokter).

“Yang saya cari adalah domestikasi/peralatan-peralatan sederhana untuk pertanian dan peternakan karena ini gampang ditemukan dimana-mana. Untuk bikin monumen yang megah-megah pasti butuh makan kan,” kata Oppenheimer sambil senyum.

Nah, hasil penelitian Oppenheimer ini dahsyat, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bahwa binatang ternak ayan, babi, dan kambing (kalo tidak salah) adalah berasal dari Nusantara. Bangsa nusantara sudah berternak ini sejak SEBELUM 10.000 tahun lalu! Oppenheimer menemukan bukti bahwa sekitar 8.000 tahun lalu hewan-hewan ternak ini sudah dibawa oleh para pelaut Nusantara ke Pulau Bismarck dan pulau-pulau lainnya di Pasifik. Kemudian juga tentunya hewan-hewan ternak ini menyebar ke Asia juga.

2. Induk peradaban teknologi pertanian juga dari Nusantara (lebih dari 10.000 tahun lalu).

3. Teknologi pelayaran di dunia ini asal-muasalnya juga dari Nusantara. Menurut Oppenheimer, yang mendorong bangsa Nusantara “dipaksa” mengembangkan teknologi pelayaran ini adalah peristiwa banjir besar dari 14.000 sampai 8.000 tahun lalu tersebut.

Nah, bagi saya konklusi Oppenheimer bahwa di Zaman Pra Sejarah Indonesia adalah pusat peradaban dari teknologi pertanian, perikanan, dan pelayaran sudah lebih dari cukup. Itu adalah basis utama untuk membangun peradaban adijaya pada masa itu. Apapun namanya. Sebut sajalah Kerajaan Inohong Sunda Purba. Hehehe.

Dalam acara temu-muka dengan RI-1, Pak SBY hanya tanya apakah dia (Oppenheimer) ada niat untuk melanjutkan penelitian di Indonesia, dan kalau iya kenapa tidak ditelliti aja tuh Laut Jawa yang dia duga sebagai pusat peradaban purba. Si Oppenheimer tentu saja kelabakan, klemar-klemer, dan jawabnya muter-muter tidak jelas.

Akhirnya Pak SBY ngomong sambil nyengir: “Don’t worry, I know your background is a medical doctor.”

Wassalam.