Untuk memenuhi syarat masuk dalam warisan dunia, harus mengusung nilai unggul universal, dan berada di bawah perlindungan hukum setempat.
Memasuki tahun ke-40, daftar World Heritage UNESCO telah mencapai 962 tempat --baik yang merupakan kekayaan alam, budaya, maupun kombinasinya-- di 157 negara. Namun, situs kekayaan atau pusaka dunia masih acapkali disalahpahami.
Sebuah forum diselenggarakan United Nations Foundation bersama kongres Amerika Serikat di Washington D.C., AS, Senin (3/12) lalu, untuk meluruskan kekeliruan asumsi dan mengarah kepada edukasi mengenai konsep Pusaka Dunia ini.
Elemen terpenting untuk masuk dalam warisan dunia yakni setiap tempat harus mengusung atau menonjolkan nilai unggul yang universal, dan berada di bawah perlindungan hukum undang-undang setempat agar memenuhi syarat.
UNESCO pun tidak memilih "kandidat", apalagi mengontrol tempat-tempat yang sudah menjadi Pusaka Dunia. UNESCO menerima pengajuan dari negara bersangkutan.
Melalui peninjauan secara ekstensif, terkadang juga melibatkan rekomendasi tambahan, akhirnya World Heritage Committee akan mengadakan pemungutan suara untuk memutuskan. Badan UNESCO, World Heritage Center, berperan sebagai penasihat bagi komite yang dipilih lewat penandatanganan konvensi tersebut. Faktanya, badan ini tidak bertugas mengelola situs yang termasuk dalam daftar.
Seluruh staf UNESCO World Heritage Center di Paris bekerja memonitor ratusan tempat yang tercantum sebagai Pusaka Dunia terus-menerus. Selain mengevaluasi, mereka dapat memberi saran dan kritik. Hanya mereka tidak berwenang dalam menetapkan sanksi apa pun.
Penentuan sanksi adalah kewenangan World Heritage Committee pula. Sanksi terberat yaitu dicabut statusnya. Meski sebenarnya, lebih diupayakan mencari solusi supaya status bisa dipertahankan atau tidak sampai ada pencabutan status.
Selama ini, penghapusan dari daftar Pusaka Dunia baru terjadi dua kali, bagi situs di Oman dan Jerman.
Masalah lainnya, tiap-tiap tempat yang mendapatkan brand Pusaka Dunia sudah pasti sukses jadi daya tarik bagi wisatawan. Contoh isu yang mencuat tahun-tahun belakangan ini seperti beberapa situs arkeologi di mana sumber daya yang ada terbatas untuk mampu menghadapi industri pariwisata.
Sebab itu penting pengelolaan tetap dijalankan sebaik-baiknya, serta seiring dengan preservasi. Indonesia, hingga tahun 2012, telah mencatatkan empat situs pusaka budaya dan empat situs pusaka alam ke dalam Daftar Pusaka Dunia di UNESCO World Heritage Center (http://whc.unesco.org/)
Kini kita tahu status Pusaka Dunia dari sebuah situs mengandung konsekuensi utama untuk menjaga nilai yang dikandung. Bagaimana pun program ini telah membantu pelestarian berbagai tempat dan budaya luar biasa di penjuru dunia, sepanjang empat puluh tahun perjalanannya.
(Gloria Samantha. National Geographic News Watch)
Sebuah forum diselenggarakan United Nations Foundation bersama kongres Amerika Serikat di Washington D.C., AS, Senin (3/12) lalu, untuk meluruskan kekeliruan asumsi dan mengarah kepada edukasi mengenai konsep Pusaka Dunia ini.
Elemen terpenting untuk masuk dalam warisan dunia yakni setiap tempat harus mengusung atau menonjolkan nilai unggul yang universal, dan berada di bawah perlindungan hukum undang-undang setempat agar memenuhi syarat.
UNESCO pun tidak memilih "kandidat", apalagi mengontrol tempat-tempat yang sudah menjadi Pusaka Dunia. UNESCO menerima pengajuan dari negara bersangkutan.
Melalui peninjauan secara ekstensif, terkadang juga melibatkan rekomendasi tambahan, akhirnya World Heritage Committee akan mengadakan pemungutan suara untuk memutuskan. Badan UNESCO, World Heritage Center, berperan sebagai penasihat bagi komite yang dipilih lewat penandatanganan konvensi tersebut. Faktanya, badan ini tidak bertugas mengelola situs yang termasuk dalam daftar.
Seluruh staf UNESCO World Heritage Center di Paris bekerja memonitor ratusan tempat yang tercantum sebagai Pusaka Dunia terus-menerus. Selain mengevaluasi, mereka dapat memberi saran dan kritik. Hanya mereka tidak berwenang dalam menetapkan sanksi apa pun.
Penentuan sanksi adalah kewenangan World Heritage Committee pula. Sanksi terberat yaitu dicabut statusnya. Meski sebenarnya, lebih diupayakan mencari solusi supaya status bisa dipertahankan atau tidak sampai ada pencabutan status.
Selama ini, penghapusan dari daftar Pusaka Dunia baru terjadi dua kali, bagi situs di Oman dan Jerman.
Masalah lainnya, tiap-tiap tempat yang mendapatkan brand Pusaka Dunia sudah pasti sukses jadi daya tarik bagi wisatawan. Contoh isu yang mencuat tahun-tahun belakangan ini seperti beberapa situs arkeologi di mana sumber daya yang ada terbatas untuk mampu menghadapi industri pariwisata.
Sebab itu penting pengelolaan tetap dijalankan sebaik-baiknya, serta seiring dengan preservasi. Indonesia, hingga tahun 2012, telah mencatatkan empat situs pusaka budaya dan empat situs pusaka alam ke dalam Daftar Pusaka Dunia di UNESCO World Heritage Center (http://whc.unesco.org/)
Kini kita tahu status Pusaka Dunia dari sebuah situs mengandung konsekuensi utama untuk menjaga nilai yang dikandung. Bagaimana pun program ini telah membantu pelestarian berbagai tempat dan budaya luar biasa di penjuru dunia, sepanjang empat puluh tahun perjalanannya.
(Gloria Samantha. National Geographic News Watch)