و أتيت قوما قط أشد اجتهادا منهم مسهمة وجوههم من السهر كأن أيديهم و ركبهم تثني عليهم فمضى من حضر
“Aku belum pernah melihat suatu kaum yang sangat giat beribadah dibandingkan mereka, wajah-wajah mereka pucat karena begadang malam (untuk shalat), dan tangan serta lutut mereka menjadi hitam (kapalan).“
Demikianlah Ibnu Abbas bercerita ketika mendapati kaum Khawarij. Sungguh mengejutkan. Mereka begitu giat beribadah. Sampai-sampai ibadah para sahabat Nabi pun kalah oleh mereka.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sudah mengabarkan kepada para sahabatnya:
يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ
“Salah seorang dari kalian akan menganggap kecil shalat dan puasanya dibanding shalat dan puasa mereka. “
Namun dengan begitu giatnya mereka beribadah, apa yang mereka dapatkan?
“Mereka membaca Al-Qur’an, tapi tidak mencapai tenggorokan mereka. Mereka melesat dari (batas-batas) agama seperti melesatnya anak panah dari sasaran (buruan)nya…”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan apa lagi yang mereka dapatkan?
Abu Ghalib berkata,
Abu Ghalib kemudian bertanya: قَالَ فَقُلْتُ فَمَا شَأْنُكَ دَمَعَتْ عَيْنَاكَ؟
”Kalau begitu, kenapa engkau menangis?”
Abu Umamah رضي الله عنه menjawab:
Abu Ghalib bertanya lagi:
قَالَ قُلْنَا أَبِرَأْيِكَ قُلْتَ هَؤُلَاءِ كِلَابُ النَّارِ أَوْ شَيْءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
”Apakah pernyataanmu, “Mereka adalah anjing-anjing neraka” adalah pendapatmu sendiri atau perkataan yang engkau dengar (langsung) dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ?”
Abu Umamah menjawab:
قَالَ إِنِّي لَجَرِيءٌ بَلْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا ثِنْتَيْنِ وَلَا ثَلَاثٍ قَالَ فَعَدَّ مِرَارًا
”Kalau aku mengatakan dengan pendapatku sendiri, maka sungguh aku adalah orang yang lancang. Tapi perkataan ini aku dengar dari Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak hanya sekali, bahkan tidak hanya dua kali atau tiga kali.”(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain)
Apa yang menyebabkan mereka (Khawarij) terhina di dunia dan binasa di akhirat? Mari simak ayat dan hadits ini:
Allah berfirman:
{Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.} [QS. At Taubah:100]
Dia juga berfirman:
{Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin (para sahabat), Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.} (QS. An-Nisa: 115)
Nabi bersabda:
Nabi bersabda:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Maka sungguh, siapa yang hidup di antara kalian akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, pegang eratlah sunnah itu dan gigitlah dengan geraham-geraham kalian.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Siapa yang ingin diridai Allah dan mendapatkan petunjuk hendaknya mengikuti Muhajirin dan Anshar dengan baik.
Siapa yang ingin tidak terjerumus ke dalam kesesatan, maka ikutilah jalan para sahabat.
Siapa yang ingin tergabung dalam umat yang terbaik, maka tirulah para sahabat.
Siapa yang ingin terhindar dari fitnah perpecahan umat, maka ikuti dan peganglah erat-erat sunnah Rasul dan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali)
Inilah yang telah dilalaikan oleh orang-orang Khawarji. Inilah yang diacuhkan oleh pemuka-pemuka khawarij.
Mereka tidak mau meniti jalan generasi terbaik umat ini. Mereka enggan untuk menempuh langkah para sahabat Nabi. Mereka jahil dalam memahami islam!
Makanya, wajarlah jika mereka sesat..
Jauh dari jalan sahabat Rasulullah dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah, adalah pertanda kesesatan dan alamat kebinasaan.
Lantas apa buktinya mereka tidak mau menempuh jalan para sahabat Nabi dalam memahami agama ini?
Simaklah penuturan Ibnu Abbas berikut ini:
Mereka menjawab, “Selamat datang wahai Ibnu Abbas, pakaian apa yang engkau pakai?!! Aku menjawab, “Apa yang kalian cerca dariku, padahal aku pernah melihat Rasulullah صلى الله عليه و سلم memakai pakaian yang paling bagus, dan telah turun ayat:
{Katakan (Muhammad), siapakah yang berani mengharamkan perhiasan dari Allah dan rezeki yang baik yang Allah keluarkan untuk hamba-hambaNya ?} (QS. Al-A’raaf: 32).
Mereka bertanya, “Lalu ada apa engkau datang kemari?”
Aku menjawab, “Aku mendatangi kamu dari sisi para shahabat Nabi صلى الله عليه و سلم dari kalangan Muhajirin dan Anshar untuk menyampaikan apa yang mereka katakan dan apa yang mereka kabarkan, kepada merekalah Al-Quran diturunkan, dan merekalah yang paling memahaminya, dan tidak ada di antara kalian yang menjadi shahabat Nabi صلى الله عليه و سلم.“
Sebagian mereka (Khawarij) berkata, “Jangan berdialog dengan kaum Quraisy, karena Allah berfirman,
{Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.} (QS. Az-Zukhruf: 58)
Sebagian mereka berkata, “Demi Allah, kami akan berbicara dengannya dan mendengarkan apa yang ia katakan.”
Ibnu Abbas berkata, “Kabarkan kepadaku, apa alasan kalian memerangi anak paman Rasulullah صلى الله عليه و سلم (Ali bin Abi Thalib), serta kaum Muhajirin dan Anshar?”
Mereka berkata, “Tiga perkara.”
Ibnu Abbas berkata, “Apa itu?”
Mereka berkata, “Ia telah berhukum kepada manusia dalam urusan Allah(1), padahal Allah berfirman,
{Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah.} (QS. Al An’am: 57).
Ibnu Abbas berkata, “Ini yang pertama.”
Ibnu Abbas berkata, “Ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”
Mereka berkata, “Ia telah menghapus nama amirul mukminin dari dirinya, jika dia bukan amirul mukminin berarti ia adalah amirul kafirin!”
Ibnu Abbas berkata, “Apa ada alasan lain?”
Mereka berkata, “Cukup itu saja”
Mereka berkata, “Ya”
{Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barang siapa yang membunuhnya diantara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil diantara kamu..} (QS. Al-Maidah: 95).
Maka saya bertanya kepada kalian dengan nama Allah, apakah hukum manusia untuk kelinci dan binatang buruan lainnya lebih utama, ataukah hukum manusia untuk menjaga darah dan perdamaian di antara mereka?”
Dalam ayat lain, Allah menyuruh mengembalikan hukum kepada manusia mengenai pertikaian suami istri, Allah berfirman:
{Dan bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (orang yang akan menghukumi) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga wanita. Jika kedua orang hakam ini bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu.} (QS. An Nisaa: 35)
Allah menjadikan manusia sebagai hukum yang dipercaya. Apakah aku telah selesai menjawab alasan pertama ini?
Mereka berkata, “Ya”
Maka sebagian mereka melihat kepada sebagian lainnya. Lalu aku berkata, “Apakah aku telah selesai menjawab alasan ini?
Mereka menjawab, “Ya”
Namun kaum Musyrikin berkata, “Tidak! Demi Allah kami tidak meyakinimu sebagai rasulullah, jika kami meyakinimu sebagai rasulullah, tentu kami tidak akan memerangimu.” Maka Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku adalah rasul-Mu. Tulislah hai Ali, Ini adalah isi perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah.”
Demi Allah, Rasulullah lebih baik dari Ali namun beliau ketika menghapus nama rasul darinya tidaklah menghilangkan kedudukan beliau sebagai seorang Nabi”
Ibnu Abbas berkata, “Maka bertaubatlah sekitar 2000 orang di antara mereka, dan sisanya terbunuh di atas kesesatan.”
(Kisah di atas diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushannafnya, Ath-Thabrani, Al-Hakim, An-Nasai dan lain-lain lihat: http://uqu.edu.sa/page/ar/105681)
(1) Di waktu perjanjian damai antara pasukan Ali dan pasukan Mu’awiyah, dimana Ali mengutus Abu Musa, sedangkan Mu’awiyah mengutus Amr bin Al ‘Ash sebagai juru damai di antara kedua pasukan. Kaum Khawarij (karena kebodohan mereka)memahami perbuatan itu sama dengan menyerahkan hukum itu kepada manusia, bukan berhukum dengan hukum Allah.
(2) Maksud mereka yaitu perang melawan pasukan Mua’wiyah di perang shiffin dan melawan pasukan Aisyah di perang Jamal.
Abdullah Al-jakarti