Perkembangan Terakhir Gunung Padang

Situs Gunung Padang : Bukan Penemuan Baru




Tim peneliti melakukan pengeboran di Situs Gunung Padang

Pemberitaan mengenai Gunung Padang beberapa bulan belakangan ini memang berhasil menyedot rasa penasaran banyak orang, termasuk media dan pejabat pemerintah. Padahal sejatinya Situs Gunung Padang ini bukan penemuan baru.

Pada 1979, petani setempat yang bernama Endi, Soma, dan Abidin “menemukan” serakan batu dengan wilayah sebaran yang luas dan terpola yang tertutup semak belukar Bukit Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, Jawa Barat. Karena rasa penasaran, mereka kemudian melaporkannya ke Kepala Seksi Kebudayaan Kabupaten Cianjur.

Itu pun ternyata bukan kali pertama penemuan, karena ternyata pada 1914, N.J. Krom, arkeolog Belanda yang juga meneliti Candi Borobudur masa itu, sudah mencatat keberadaan situs megalitikum di Gunung Padang ini. Sejak itu belum ada penelitian intensif.


Pada 1980, mulailah dilakukan penelitian ulang yang dipimpin oleh Prof Dr. Raden Panji Soedjono, pakar prasejarah pertama Indonesia. Mulai saat itu, proses ekskavasi dan restorasi terus berjalan, melibatkan banyak pakar dari disiplin ilmu dan berbagai dinas pemerintah terkait.

Sampai akhirnya pada Desember 2011, Kantor Staf Khusus Kepresidenan membentuk Tim Katrastopik Purba yang beranggotakan pakar dari berbagai disiplin ilmu, seperti geologi, geofisika, paleotsunami (ilmu tsunami purba), paleosedimentasi, geodinamika, arkeologi, filologi (ilmu yang mempelajari naskah kuno), dan antropologi. Penelitian oleh tim ini masih berlangsung sampai sekarang.

Ditemukannya struktur yang selama ini tersembunyi, baik di dalam tanah maupun di lereng bukitnya menjadikan Gunung Padang kembali menarik minat. Menurut juru pelihara situs tersebut, hari Sabtu dan Minggu saja jumlah kunjungan bisa mencapai 9.000 pengunjung!



Untuk mencapai kesimpulan akhir mengenai Situs Gunung Padang, peradaban dan kebudayaan purba yang terjadi di sana, tentu bukan jalan yang singkat dan mudah. Namun kearifan agung macam ini layak untuk dinanti, sampai cerita utuhnya menunjukkan betapa hebatnya peradaban Indonesia dahulu kala.

SITUS GUNUNG PADANG : BANYAK KONSTRUKSI TERSEMBUNYI

Ilustrasi: Anton, Ilustrasi Konstruksi utuh Situs Gunung Padang.



Hasil penelitian tim terpadu penelitian mandiri yang dibentuk oleh Staf Khusus Kepresidenan Bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, yang terdiri dari tim geologi dan arkeologi menemukan struktur bangunan yang yang jauh lebih besar daripada yang sudah diketahui di Situs Megalitikum Gunung Padang saat ini. Tak pelak, kabar ini menjadikannya kembali menjadi perbincangan. Istilah “piramida terpendam” pun mencuat.

Penelitian awal yang dilakukan dari Desember 2011 sampai Maret 2012 oleh tim geologi menggunakan berbagai metode, seperti citra satelit, georadar, geoelektrik, pengeboran, dan analisis karbon. Hasil penelitian tersebut memang meneguhkan pendapat bahwa ada struktur bangunan yang dibuat oleh manusia di dalam bukit tersebut.

Ribuan batuan yang berbentuk kolom-kolom memanjang yang tersebar di seluruh bukit – bukan hanya di puncaknya, tapi juga ditemukan di lereng bahkan kaki bukit – merupakan batuan andesit berwarna hitam. Batuan ini terbentuk dari aktivitas vulkanik, yang akhirnya membeku dan membentuk columnar joint, batuan berbentuk kolom. Batu panjang itu belum dikerjakan manusia, asli bikinan alam. Namun manusia kemudian menyusun batuan tersebut menjadi sebuah bangunan.


Penelitian juga berhasil memperkirakan usia bangunan tersebut. Tim geologi mengambil sampel tanah dengan mengebor, kemudian diuji radioisotop C14, umur sisa arang, tumbuhan organik paleosoil (carbon dating) dengan alat Liquid Scintillation Counting (LSC). Hasilnya, dari sampel tanah yang diambil dari Teras II dengan pengeboran dengan kedalaman 3,5 m dan sampel tanah yang diambil dari Teras V pada kedalaman 8 – 10 m menunjukkan usia 10.000 tahun sebelum Masehi.


Dari hasil pengeboran oleh tim geologi, ditemukan lapisan-lapisan yang memperkuat pendapat bahwa di dalam tanah tersebut ada jejak perbuatan manusia. Dr. Ir. Andang Bachtiar, M.Sc., salah seorang geolog yang ikut dalam penelitian Situs Gunung Padang, menjelaskan bahwa di kedalaman tanah di bawah situs tersebut ditemukan pasir halus yang ukurannya sama. “Ini seperti sudah diayak,” kata Andang saat memaparkan hasil penelitian pada 7 Februari lalu di Gedung Krida Bakti, Jakarta Pusat.


Lapisan pasir berselang-seling dengan lapisan hasil lapukan batuan andesit sampai berulang beberapa kali lapisan. Tim geologi memperkirakan, ini adalah struktur yang berfungsi untuk menahan bangunan tetap utuh jika terjadi gempa.




Seri Gunung Padang (3): Serba Lima




Ilustrasi: Anton Nugroho

Situs Gunung Padang mempunyai lima teras di puncaknya.

Situs Gunung Padang di Cianjur memang menawarkan cerita menarik. Penduduk di sana mempercayai Gunung Padang adalah tempat yang sakral. Salah satu yang menarik adalah cerita tentang serba lima. Apa saja itu?

  1. Situs Gunung Padang diapit oleh lima sungai, yaitu S. Cipanggulaan, S. Cikuta, S. Ciwangun, S. Pasir Malang, dan S. Cimanggu. Sungai ini mengalir di tiap sisi di kaki bukit Gunung Padang.


  2. Terdapat lima teras di Puncak bukit Gunung padang.

  3. Tiap teras dihubungkan oleh lima lima anak tangga kecil.

  4. Ternyata, sekitar 95% sudut batu itu adalah segi lima.

  5. Dikelilingi oleh lima bukit, yaitu Karuhun, Pasir Emped, Pasir Malati, Pasir Malang, dan Pasir Batu. (“Pasir”, bahasa Sunda, artinya “bukit”).

  6. Orientasinya tegak lurus ke lima gunung secara sejajar, yaitu Gunung Pasir Pogor, Gunung Cikencana, Gunung Pangrango, Gunung Gede, dan Gunung Batu.

Angka lima memang mempunyai makna tersendiri. Seperti diungkapkan oleh Pak Asep, juru kunci Gunung Padang. “Baik bagi agama Islam maupun bagi bangsa Indonesia,” katanya. Dia mencontohkan, angka lima dipakai untuk dasar negara. Selain itu, rukun Islam yang berjumlah lima menyimbolkan kesempurnaan. “Kalau kita salat lima waktu, itu salat yang sempurna,” lanjut Pak Asep.

SITUS GUNUNG PADANG : “JABAL NUR” INDONESIA


Situs Gunung Padang (4): “Jabal Nur” Indonesia


Intisari/JB Satrio

Batu masigit/masjid di Situs Gunung Padang.


Nanang, dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang, Banten, sekaligus koordinator juru pelihara di Gunung Padang menceritakan, asal nama Gunung Padang berasal dari Nagara Siang Padang. Padang bahasa Sunda, yang berarti terang, atau cahaya. Masyarakat setempat menghubungkan nama Gunung Padang dengan Jabal Nur di Arab Saudi. Artinya sama, yaitu gunung yang bercahaya. “Jabal Nur itu ciptaan Yang Mahakuasa. Gunung Padang juga sama, ciptaan Yang Mahakuasa. Karena berbagai penelitian dari dulu belum bisa menjelaskan batu Situs Gunung Padang itu berasal dari mana, sumbernya dari mana, yang membuat siapa, sejak kapan,” jelas Nanang.


Nanang melanjutkan, cerita turun temurun yang dipercaya warga, punden berundak dengan teras-teras tersebut mengandung makna yang sangat dalam. “Di teras pertama ada yang namanya Eyang Pembuka Lawang. Ada dua menhir besar yang sayangnya sekarang tinggal satu yang masih berdiri tegak. Secara filosofis, sebagai simbol membuka dan mempersiapkan hati sebelum memasuki areal pemujaan tersebut.

Kemudian ada yang namanya Gunung Masigit/Masjid. Di situ terdapat dua menhir yang miring, seperti orang bersujud. Arah sujudnya mengarah ke Gunung Gede.

Di Teras II, ada yang disebut Mahkuta Dunia. Menurut Nanang, banyak orang yang salah persepsi. Orang bersemedi dan tirakat di tempat tersebut untuk meminta sesuatu, kekayaan misalnya. “Sebetulnya bukan seperti itu, Mahkuta Dunia itu sebenarnya simbol kehormatan dunia. Artinya, buat apa kita punya kekayaan berlimpah kalau tidak didasari dengan zakat. Karena di dekat Mahkuta Dunia itu ada batu yang dinamakan Batu Lumbung, simbol sikap saling berbagi.

Di Teras III, ada batu yang dinamakan Telapak Kujang. Kujang itu senjata pusaka masyarakat Sunda. Menurut Nanang, Batu itu tepat berada di sentral Situs Gunung Padang. “Dulu berdiri, cuma sekarang sudah rubuh,” jelasnya. Nanang menjelaskan, Kujang berasal dari “ku ujang”, bahasa Sunda, yang artinya “oleh kamu”. “Artinya, makna-makna yang ada di Gunung Padang itu harus dipegang teguh olehmu,”

Tingkat keempat, ada Batu Gendong, simbol kekuatan. Banyak orang yang berpikir bahwa jika berhasil mengangkat Batu Gendong tersebut, maka doanya akan terkabul. “Itu pemahaman yang salah. Kenapa Batu Gendong tersebut ada di Teras IV? Artinya, silakan Anda melanjutkan perjalanan ke tingkat kelima atau tingkat yang tertinggi, asal mampu dulu mencapai tingkat-tingkat sebelumnya,” papar Nanang.


Makanya, di tingkat kelima itu ada singgasana raja. “Warga mempercayai itu singgasana Prabu Siliwangi,” kata Nanang. Fungsi utama di Teras V itu adalah tempat istirahat, tempat berhening, karena sudah berhasil melalui tingkatan satu sampai lima.


Nanang melanjutkan kisahnya. Mengenai orientasi situs Gunung Padang yang mengarah ke Gunung Gede, dengan makna spiritual yang dalam, Nanang menjelaskan, karena tempat itu adalah tempat peribadatan dan berkumpul manusia pada masa lalu, Gunung Gede itu mungkin semacam “kiblat” pada zaman dahulu. “Tapi kini, bagi umat muslim kiblatnya tetap Ka’abah,” lanjut Nanang.

Gunug Padang adalah kearifan mulia yang sudah seharusnya dipelihara, menjadi monumen abadi peradaban manusia Nusantara yang agung. Di tengah keheningan dan kemisteriusan Gunung Padang yang menanti dikuak, ada pelajaran hidup yang tak ternilai harganya dari bukit cahaya ini.

SITUS GUNUNG PADANG : MISTERIUS SEKALIGUS INDAH



Panorama hijau merupakan kombinasi klop dengan hawa segar pagi hari di Desa Karyamukti, Campaka, Cianjur, Jawa Barat. Pepohonan karet menjulang tinggi. Tak lama berselang, kebun teh Gunung Manik terhampar bak bukit-bukit mungil yang diselubungi karpet hijau. Para ibu pemetik teh terlihat kontras dengan baju warna-warninya, di tengah kepungan hijau daun teh.


Di latar belakang, terlihat beberapa gundukan bukit yang sedikit tersamarkan kabut. Ada satu bukit kecil yang menyaru dengan bukit berukuran lebih besar di sekelilingnya. Ternyata, bukit mungil yang tidak terlalu mencolok itulah yang akhir-akhir ini kembali tenar, karena dugaan kuat para peneliti yang menemukan struktur bangunan di bukit tersebut, yang jauh lebih besar dari bangunan punden berundak di puncaknya yang sudah sejak lama diketahui. Ya, itulah bukit yang dinamakan Gunung Padang. Cerita tersembunyi tentang peradaban renta Nusantara membuat banyak orang menunggu cerita keluar dari bukit ini.

Situs Megalitikum Gunung Padang terletak di ketinggian sekitar 895 m dpl. Terdiri dari lima teras, yang semakin menjauh semakin meninggi. Puncak tertinggi bangunan punden berundak di puncak bukit Gunung Padang itu sekitar 1.100 m dpl.

Sekelebat, serakan batuan panjang yang tersebar di puncak bukit itu seperti setting Planet Krypton dalam film Superman Returns. Batuan memanjang berbentuk kolom yang disusun vertikal, ada yang miring, ada yang rebah, seperti mencuat dari rerumputan hijau. Berserakan namun terpola.


Teras I adalah teras yang terendah sekaligus yang terluas. Dengan luas sekitar 36 m x 28 m, di teras ini terdapat dua bangunan dominan, yaitu bukit batu berukuran sekitar 3,5 x 3,5 m dan sebuah petak persegi panjang yang dipagari menhir, dengan ukuran petak sekitar 12 x 5 m.


Dari Teras I ke Teras II terdapat tembok batu yang menjulang setinggi sekitar 8 m. Tembok ini sekaligus menjadi pembatas antara Teras I ke Teras II. Di puncak tembok tersebut tumbuh pohon berusia tua yang oleh penduduk sekitar disebut pohon kimenyan.

Di tiap teras terdapat pola-pola menhir beraturan. Terlihat jelas bahwa batuan itu disusun oleh manusia dengan suatu tujuan. Misalnya di Teras V, terdapat pola menhir melingkar dengan susunan batu di tengahnya. Menurut Pak Asep, juru kunci Gunung Padang, itu merupakan pandaringan, bahasa Sunda, yang berarti tempat berbaring. Susunan batu di tengahnya menyerupai bantalan kepala. “Ini juga sekaligus sebagai singgasana,” lanjut Pak Asep.
Melihat pemandangan seperti itu, benak mulai menerka-nerka, apa yang dilakukan manusia di sini saat itu? Bagaimana bentuk utuh bangunan ini? Kearifan macam apa yang membuat tempat ini ada? Sejenak, terlintas kedashyatan cerita peradaban manusia di bumi Nusantara.

Situs Gunung Padang : Tempat Pemujaan, Bukan Pemakaman




Dok. Intisari

Situs Gunung Padang bukan kelompok piramida tapi punden berundak.



Mengenai sebutan “piramida” untuk struktur bangunan yang terdapat di Gunung Padang, Ali Akbar S.S., M.Hum., arkeolog dari Universitas Indonesia yang ikut dalam tim pengungkap Gunung Padang, mempunyai pendapat sendiri. Menurutnya, sebutan piramida itu cuma istilah khas, yang mengacu ke Mesir. “Bentuk geometris piramida memang ada, tapi unsur-unsur seperti piramida di Mesir itu tidak ada,” kata arkeolog itu. Piramida Giza di Mesir itu dibangun di dataran, yang kemudian batu-batu disusun di atas dataran tersebut. Karena disusun secara sengaja, maka bisa dibangun ruangan di dalamnya.

“Kalau Gunung Padang ini bukit alami, kemudian ditumpuk batuan. Fungsinya adalah tempat pemujaan, maka biasanya enggak ditemukan adanya makam biasanya. Dan karena dia bukit alami dan ditaruh batuan, maka enggak ada ruangan,” Ali melanjutkan penjelasannya.

Ali memang sengaja menghindari penggunaan kata “piramida” untuk menyebut struktur yang baru saja ditemukan tersebut. “Karena memang bentuknya tidak menyerupai piramida. Dan juga bangunan ini konteksnya pemujaan, bukan pemakaman,” papar Ali. Seperti diketahui, Piramida di Mesir adalah tempat jasad Firaun disemayamkan.


Dia lebih memilih menyebutnya punden berundak, karena kebudayaan punden berundak-lah yang mencirikan Nusantara, bukan piramida. “Kebudayaan itu sesuatu yang khas, enggak perlu berkiblat dengan kebudayaan bangsa lain,” Ali menjelaskan. Mesopotamia itu bangunan kunonya berbentukzigurrat, melingkar ke atas. Colloseum di Italia itu berbentuk elips. Mesir, berbentuk piramida. Tembok Besar Cina berbentuk panjang. “Kalau Indonesia, ya, punden berundak!” kata Ali. Dia mencontohkan punden sejenis yaitu Situs Lebak Sibedug di Banten. Seharusnya, Indonesia percaya diri dengan kebudayaan punden berundak seperti itu.


Kalau ditilik dari bentuk konstruksi utuh dan unsur-unsur pembentuknya, rekonstruksi situs Gunung Padang ini ada kemiripan dengan Machu Picchu di Peru, yang dibangun pada 1.450 tahun Sebelum Masehi. “Usia Gunung Padang yang lebih tua dan ukuran bangunan yang lebih besar, seharusnya bangsa Indonesia lebih percaya diri lagi,” kata Ali.

Ali melanjutkan ceritanya mengenai situs ini, “Yang pasti, dulu, kalau ngomongin punden itu kesannya bangunan sederhana. Nyari bukit, kemudian batu disusun. Tapi dengan adanya situs ini, dengan kanan kirinya ada konstruksi, yang bikin bukan masyarakat sembarangan, tapi masyarakat yang sudah rapi, kenal teknologi.”

Situs Gunung Padang : Ukurannya Dahsyat!



Dok Ali Akbar, Ilust: Anton


Peneliti menemukan struktur berundak di sekeliling sisi bukit (Inzet: ilustrasi bangunan Situs Gunung Padang).


Geolog menggunakan metode citra satelit, georadar, geoelektrik, pengeboran, dan analisis karbon. Hasil sementara, usia Situs Gunung Padang adalah sekitar 10.000 tahun Sebelum Masehi. Juga ditemukan struktur buatan manusia di kedalaman tanah di bukit tersebut.


Tim arkeologi menggunakan metode ekskavasi dalam penelitiannya. Tim arkeologi yang memulai penelitian dari 15 Mei sampai 30 Juni lalu menggali tanah sedikit demi sedikit. Saat penggalian di Teras IV, ditemukan pecahan gerabah kecil. Kecil, memang, namun itu penting karena dia ditemukan di situs tersebut. “Kalau penduduk bilang, ‘di bawah banyak’. Iya, tapi di bawah sudah bercampur dengan masyarakat zaman sekarang,” kata Ali Akbar S.S., M.Hum., arkeolog dari Universitas Indonesia, yang mengomandoi tim arkeolog. Pecahan gerabah itu masih dalam proses analisis laboratorium.

Penemuan yang paling besar adalah ketika tim arkeologi menyusuri lereng bukit Gunung Padang dan membuka semak-semak lebat yang ada di sana. Mereka menemukan struktur batuan yang tersebar di sekeliling bukit. Konstruksi struktur tersebut membentuk undak-undakan. Tiap undakannya setinggi 1,5 meter. Bagian vertikal disusun dari batuan kolom, kemudian bagian horisontalnya adalah tanah. “Dari ukuran dan strukturnya, konstruksi tersebut bukan untuk tangga orang naik bukit. Itu adalah konstruksi mencegah longsor,” Ali menjelaskan.

Setelah tim melakukan survei ke sekeliling bukit, ternyata struktur semacam itu ditemukan hampir di semua tempat. “Sampai saat ini, kami sudah membuka sekitar 20 undakan yang tertutup semak di sisi sebelah timur bukit,” papar Ali. Dia pun bisa menyimpulkan bahwa seluruh sisi bukit itu adalah struktur punden berundak yang terintegrasi dengan tangga naik dan lima teras di puncaknya.


Yang luar biasa adalah ukurannya. Ali menjelaskan, luas wilayah punden berundak yang sudah terlihat di puncak bukit itu saja sudah menjadi punden berundak terbesar se-Asia Tenggara. “Jadi kalau struktur sampingnya bisa direkonstruksi, ukurannya sudah enggak ada lawan,” kata Ali bersemangat.



Luas areal situs di puncak bukit Gunung Padang tersebut sekitar empat hektare, sedangkan luas kompleks “bangunan” batunya sekitar 900 m2. “Dengan ditemukannya struktur di sisi samping bukit ini, luasnya mencapai 25 hektare,” kata Ali. Bandingkan dengan luas bangunan Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, yang “hanya” 1,5 hektare.

GUNUNG PADANG “truly extraordinary”


KESIMPULAN SEMENTARA TIM TERPADU RISET MANDIRI: GUNUNG PADANG ”truly extraordinary”.



1. Bahwa situs Gunung Padang yang tadinya hanya dianggap yang diatasbukitnya saja berupa teras-teras dari tumpukan batu yang disusun secarasederhana ternyata tidaklah demikianr. Tim sudah membuktikan bahwa situs GunungPadang adalah sebuah struktur punden-berundak raksasa yang menutuplereng-lereng bukitnya dan dibuat dengan desain arsitektur-konstruksi yang”advance” – bisa kita bilang setara/mirip dengan “Konstruksi Bangunan” Michu-Pichu di Peru.

2. Bahwa hasil survey pencitraan bawah permukaan dengan metoda Geolistrik,Georadar, dan Geomagnet menunjukan ada geometri-konstruksi bangunan di bawahsitus Gunung Padang. Bangunan ini paling tidak menempati sekitar 15 meter bagian puncaknya. Bangunan di bawah teras-teras Gunung Padang inikelihatannya mempunyai chamber-chamber besar (ditunjukkan oleh struktur veryhigh resistivity dari hasil survey geolistrik). Bagian kecil dari salahsatu chamber yang berada di teras 5 (bagian selatan Situs) ini sudahdibuktikan dengan pemboran, dan ternyata memang benar sebuah rongga, tapidiisi oleh pasir (dengan butiran seragam), sepertinya untuk menyimpansesuatu.



3. Perkiraan umur situs Gunung Padang di lapisan paling atas secaraarkeologi (berdasarkan kesamaan bentuk artefak) diduga sekitar 2800 SM.Dari penentuan umur absolut berdasarkan analisa carbon radiometric datingumur sampel serpihan karbon dibawah lapisan atas situs pada kedalaman 3-4meter didapat umur maksimum (paling tua) 4500 SM. Dengan kata lainperkiraan umur dari bangunan di lapisan atas adalah sekitar 2800 – 4500 SM.



4. Bangunan di bawah permukaan situs diduga kuat merupakan bangunan yang lebih tua karena hasil penentuan umur carbon radiometricdating dari sampel serpihan karbon yang terdapat pada pasir di rongga yangdi-bor di Teras 5 tersebut, yaitu pada kedalaman antara 8-10 meter menunjukkan umur (maksimum) sekitar 10.500 SM. Umur ini memang belum bisa dipastikan umur bangunannya karena bisa saja merupakan umur dari material pasir-nya itu (yang di bawa dari tempat lain). Tapi paling tidak umur ini sudah membuktikan bahwa lapisan batuan-tanah sampai kedalaman 15 metera adalah sebuah konstruksi bangunan bukan lapisan batuan alamiah (yang seharusnya berumur jutaan tahun berdasarkan data geologi di wilayah ini).




Target Ke depan:

1. Melakukan analisis penentuan umur lapisan dan pemeriksaan lab dari materialnya, termasuk untuk memastikan apakah situs Gunung Padang danbangunan di bawahnya itu merupakan produk satu peradaban atau lebih dari satu peradaban yang kurun waktunya berbeda.


2. Melakukan survey analisis lanjutan untuk mem-visualisasikan lebih jelaslagi arsitektur bangunannya, termasuk chamber-chamber yang ada di dalamnyadan juga melanjutkan membukai akses masuknya.

3. Meng-eksplorasi lebih luas dan dalam lagi struktur bukit Gunung Padangkarena berdasarkan survey pencitraan bawah permukaan yang sudah dilakukanada indikasi bahwa struktur bangunan tidak terbatas hanya setinggi 15 meteran di bagian atasnya saja tapi sampai setinggi 100 meteran ke bawahnya(sampai level parkir-pintu masuk), atau bahkan sampai 300 meteran ke Level Sungai Cimanggu. Hal ini memang masih perlu survey yang lebih komprehensif,tapi kalau ternyata hal ini benar maka merupakan sesuatu yang “truly extraordinary”.

Singkatnya, Situs Gunung Padang ini bukan produk artefak dari masyarakatpurba yang masih primitif tapi merupakan produk dari peradaban tinggi ataumerupakan bukti nyata Mahakarya Arsitektur dari zaman pra-sejarah Nusantara.Jadi Gunung Padang dapat menjadi ICON dan Titik Tolak untuk membuka lebih banyak lagi jejak peradaban nusantara yang gemilang di masa purba.

Oleh karena itu penelitian akan terus dilanjutkan . Sejalan dengan itu, berdasarkan temuan-temuan yang sudah ada dengan kaidah scientific yang dilakukan beberapa lintas ilmu, mengharapkan Instansi yang terkait dengan situs Gunung Padang serta Pemda setempat serta masyarakat untuk berembug bersama dan diharapkan lahir rekomendasi untuk melakukan pembukaan tutupan tanah yang hanya setebal beberapa puluh sentimeterdilereng-bukitnya, kalau dipandang baik dan positif, dapat mulai dilakukan untuk membuka dan memugar struktur teras-teras batu-nya yang sudah selama riset terbukti ada teras-teras baru.

Terima Kasih (TIM TERPADU RISET MANDIRI)