Tumbangnya pemerintahan kolonial Belanda oleh penjajahan Jepang 8 Maret 1942, kemudian menggiring kekuasaan Jepang di tanah Jawa Selama 3 tahun. Tak berselang lama Jepang menyerah kepada sekutu setelah kota mereka Hiroshima dan Nagasaki di bom atom oleh Amerika Serikat. Sebelumnya perlawanan rakyat melawan Jepang telah menelan korban ribuan jiwa. Belum genap dua bulan sejak Proklamsi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tentara Inggris kemudian masuk tanggal 15 September 1945, mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober.
Kehadiran mereka tentunya atas utusan dari Sekutu untuk membebaskan tawanan Jepang. Selain itu mereka ingin mengisi kekosongan penjajahan. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana. Peritiwa perobekan bendera bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat.
Melihat hal tersebut munculah ide dari kalangan muda penggerak bangsa seperti proklamator Soekarno-Hatta untuk mengobarkan semangat perlawanan masyarakat termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Namun karena pemerintah Indonesia masih sangat muda, munculah ketidak percayaan masyarakat, melihat hal tersebut pemerintah kemudian berinisiatif untuk menemui para tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan ulama serta kiyai-kiyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya. Pada saat itu kepercayaan masyarakat terhadap para ulama cukup kuat, setelah diadakan pertemuan tersebut ulama dan kyai kemudian mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat umum juga ada pelopor muda seperti bung Tomo dan lainnya.
Usai perlawanan terhadap penjajahan para kyai dan santri kemudian kembali ke dalam pesantren dan mengembangkan dunia pendidikan yang berbasis tradisional serta modern. Kehidupan pesantren yang mereka jalani ternyata seringkali membuat kyai dan santri mengabaikan proses kehidupan berbangsa diluar pondok.
Kirab Resolusi Jihad ini merupakan usaha Nahdatul Ulama (NU) untuk mengenang sejarah dan meneladani perjuangan ulama kiai NU dalam mempertahankan bangsa, negara, dan agama dari ancaman musuh. Kegiatan ini menjadi upaya membangkitkan kenangan peristiwa bersejarah pada 10 November 1945 ketika masyarakat Surabaya melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Selain itu resolusi Jihad ini mengingatkan kembali semangat kyai dan ulama yang menjadi penggerak perlawanan dan perubahan bagi bangsa. Selain itu Jihad ini menegaskan kembali bahwa peran kyai di dalam masyarakat dan Negara sangat berarti, selain mereka memimpin umat didalam pesantren mereka juga bisa menjadi peminpin di medan perang.
Peristiwa 10 November 1945 merupakan awal kebangkitan semangat Nasionalisme dari kalangan para ulama Nahdlatul Ulama (NU) di wilayah Jawa Timur. Peristiwa lahirnya perlawanan dari seluruh masyarakat Jawa Timur tentunya bukan peristiwa yang sederhana, tapi peristiwa bangkitnya resolusi perlawanan bersama atau Jihad melawan penjajahan.
Berkaitan dengan peristiwa tersebut NU kemudian berinisiatif untuk mengobarkan kembali resolusi Jihad yang berkobar mulai 22 Oktober 1945 dan epos kepahlawanan 10 November 1945. Ketua pelaksana harian Nasional Muhaimin Iskandar menyampaikan jika peringatan Resolusi Jihad Keluarga Besar Nahdlatul Ulama menggelar kirab ‘Resolusi Jihad’ dengan rute Surabaya-Jakarta, mulai 20-25 November 2011. Semangat untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indenesia menjadi semangat yang terus dinyalakan oleh kalangan NU.
Saat ini makna Jihad bagi seluruh kader NU adalah berperang melawan radikalisme, terorisme, korupsi dan semangat untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa. Ketua Dewan Pengarah Muhaimin Iskandar yang juga Menteri tenaga kerja dan transmigrasi mengatakan bahwa kirab juga didukung oleh Jam’iyah Ahli Thariqat Mu’tabarah An-Nahdliyah, PP Fatayat NU, PP Saburmusi, PP IPNI, PP IPPNU, LPSNU Pagar Nusa yang berangkat dari Surabaya menujun ke Jakarta.
Seruan untuk melakukan Jihad diberbagai daerah tersebut merupakan seruan bersama kalangan NU untuk seluruh kader di berbagai wilayah. Kirab Resolusi Jihad dimulai tanggal 20 November hingga 25 November 2011. Rute yang ditempuh mulai PCNU Kota Surabaya menuju Gresik, Lamongan, Tuban, Rembang, Pati, Kudus, Demak, Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, Bekasi, dan berakhir di Tugu Proklamasi Jakarta Pusat.
Tampak dalam Rombongan Resolusi Jihad Ketua Umum Muhaimin Iskandar, Koordinator Nasional Kirab, Imam Nahrowi. Kyai Sepuh Kiai Aziz Mansyur juga hadir, serta Menteri Negara Percepatan Daerah Tertinggal Helmy Faishal Zaini. Dalam kesempatan NU memberikan santunan kepada janda pahlawan yang gugur membela Negara.
Dalam kesempatan tersebut Imam Nahrowi selalu menyapa masyarakat dan menyampaikan pesan tentang Jihad yang sesuai dengan ajaran Islam. Yaitu Jihad untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, radikalisme serta meluruskan makna jihad yang selama ini berkembang dalam masyarakat, seperti pelaku bom bunuh diri yang mengatasnamakan Jihad. Jihad menurut Islam adalah mereka yang berani hidup melawan ketidak adilan dan kesewenang-wenangan, mereka yang mencintai tanah air dan rela berkorban untuk kemanusiaan.
Dalam setiap rute yang disinggahi antusiasme warga terlihat begitu besar dengan sambutan berbagai kesenian tradisional yang meriah. Perlu diketahui NU merupakan organisasi keagamaan yang menjunjung nilai-nilai budaya sebagai akar bangsa. Untuk itu kader NU yang disinggahi rombongan resolusi jihad menyambutnya dengan kemeriahan budaya setempat.
Di Gresik, pencak silat masal dan tari Bali menjadi penyambut rombongan tiba. Kesenian debus juga tidak ketinggalan hadir di Kudus, Jawa Tengah. Di tiap daerah kebudayaan dan kesenian menjadi begitu akrab seperti Barongsai di Tegal Burok dan Kuda Singa di Cirebon, selain itu Eggrang sebuah permainan tradional tidak kalah memeriahkan acara di Pekalongan.
Acara kirab di Cirebon terlihat lebih istimewa karena rombongan kirab secara khusus memberikan penghargaan kepada Kyai Abbas Djamil sebagai salah satu kyai besar dari pesantren Buntet Cirebon. Kyai Abbas merupakan tokoh yang mendidik santrinya menjadi orang-orang besar di tanah air dengan tetap mempertahankan sistem pendidikan pesantren tradisional dan modern. Pendidikan yang diterapkan di Buntet mengajarkan sikap nasionalisme dan perlawanan terhadap penajajahan. Hal itulah yang dianggap sesuai dengan jiwa dan semangat NU.
Arak-arakan Peserta kirab resolusi Jihad akan terus bergerak menuju ibu kota dengan membawa tiga bendera, yakni bendera Merah Putih, bendera NU, dan Bendera Mu’tabarah An-Nahdliyah (thoriqoh NU). Semangat merah putih, NU akan berpadu menjadi sebuah kekuatan besar bangsa ini dalam mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Cermin dari jati diri keluarga besar NU adalah tetap mempertahankan tradisi budaya sebagai bagian kesatuan keimanan dan kecintaan terhadap nusa dan bangsa. Tidak bisa dipisahkan antara NU dengan kebangsaan atau seni budaya, karena sejatinya agama tumbuh untuk merawat budaya, kemanusiaan dan persatuan bangsa. Jadi resolusi yang saat ini dilakukan NU merupakan sarana untuk mengembalikan ruh perjuangan dan semangat anak-anak bangsa dalam mengisi kemerdekaan dalam bingkai NKRI serta mengembalikan ruh warisan para pendiri bangsa dalam degub jantung NU.
NU sebagai organisasi keagamaan yang memiliki kader diberbagai wilayah harus tetap mengobarkan semangat Jihad yang damai, tanpa kekerasan dan menjunjung tinggi persatuan dan persaudaraan sesama anak bangsa. Sudah saatnya mengembalikan semangat cinta tanah air, tetapi mencintai kehidupan dengan tindakan anti kekerasan ataupun terorisme.
Sudah cukup darah tertumpah pada saat merebut kembali tanah air dari penjajah, kini saatnya membangun toleransi yang damai dengan menjunjung nila-nilai luhur Pancasila dan kebhinnekaan sebagai salah satu kekuatan bangsa. Sudah saatnya NU menjadi garda terdepan dalam membela tanah air sebagau wujud bakti anak-anak bangsa.
Maman ImanulhaqKetua LDNU Jawa Barat, Sebagai peserta kirab ReSolusi Jihad NU 2011