Pekerja informal khawatirkan kualitas layanan jaminan kesehatan

Jakarta (ANTARA News) - Pekerja sektor informal yang tergabung dalam sejumlah paguyuban mempertanyakan konsep jaminan kesehatan bagi pekerja sektor informal mulai 1 Januari 2014 saat BPJS Kesehatan melayani semua komponen rakyat Indonesia.

Pekerja Sektor Informal yang tergabung dalam wadah Paguyuban Marsudi Agawe Rumaketing konco (Marko), Paguyuban Paguyuban Supir Taksi Jombor dan paguyuban Tridarma Malioboro dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan hingga saat ini konsep layanan dan besaran iuran belum jelas.

Ketua Paguyuban Marko, Prayitno, mengatakan kualitas layanan kesehatan pada Januari 2014 harus sama dengan layanan kesehatan PT Jamsostek. Anggota paguyuban sudah merasakan manfaatnya dalam empat tahun ikut Jamsostek dan menginginkan kualitas layanan yang sama.

Dia menjelaskan PT Jamsostek memberikan pelayanan kesehatan untuk penyakit jantung, hemodialisa maupun penyakit menahun lainnya yang membebani keuangan. Permasalahan itu menjadi pembicaraan Prayitno dan teman-teman di acara High Level Forum on Expanding Coverage to The Informal Sector di Yogyakarta (30/09).

Paguyuban mengkhawatir pelayanan dan manfaat yang diterima selama ikut Jaminan Kesehatan di Jamsostek malah berkurang, ungkap Prayitno.

Hal Senada pun dikeluhkan oleh Paguyuban Tridarma, Rudiarto, yang menyatakan pekerja sektor informal sangat berbeda dengan pekerja formal, sehingga seyogyanya pemerintah mempertimbangkan besaran biaya premi yang berbeda.

Premi pekerja sektor formal dibayar oleh perusahaan, sedangkan pekerja informal harus membayar sendiri. Perlu diketahui tidak semua pekerja sektor informal itu adalah orang mampu, ujarnya.

Di forum High Level Forum on Expanding Coverage to The Informal Sector, Wakil Menteri Kesehatan RI, Ali Ghufron Mukti dalam jumpa press, mengatakan saat ini instansinya masih melakukan pembahasan guna menemukan formulasi terhadap konsep Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Sektor Informal.

Pada implementasinya nanti dilakukan evaluasi secara bertahap, yaitu per enam bulan akan dievaluasi program Jaminan Kesehatan ini, ujar Ali.

High Level Forum on Expanding Coverage to the Informal Sector digagas Kementerian Kesehatan dilaksanakan selama tiga hari dan melibatkan 100 peserta dari berbagai negara serta menghadirkan narasumber dari Dewan Jaminan Sosial Nasional, PT Jamsostek, PT Askes, Dinas Kesehatan provinsi Jateng dan lembaga lain yang kompeten.

Kegiatan itu diharapkan mampu memberi masukan yang positif tentang formulasi penerapan Jaminan Kesehatan bagi pekerja sektor Informal.

Diperkirakan terdapat 86,4 juta penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan nasional dengan total iuran mencapai Rp19,9 triliun. Jika, pemerintah juga harus membayar iuran 32 juta pekerja sektor informal sebagai penerima bantuan iuran (PBI), maka diperlukan tambahan anggaran sekitar Rp7,6 triliun setahun.

Direktur Utama PT Jamsostek Elvyn G Masassya di paparannya mengatakan saat ini sudah menyiapkan pemindahan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek ke PT Askes selaku BPJS Kesehatan.

Terdapat tiga tahapan, pertama, memindahkan program JPK, kedua memindahkan peserta JPK dan yang terakhir memindahkan provider kesehatan, sesuai, komitmen dengan PT Askes (Persero) yang nanti akan menjadi BPJS Kesehatan.

Peralihan ini tidak akan mengurangi manfaat yang sudah ada, baik dari layanan maupun bentuk pengobatannya, kata Elvyn.


http://www.antaranews.com/berita/398463/pekerja-informal-khawatirkan-kualitas-layanan-jaminan-kesehatan