Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsuddin mengakui kasus kaburnya teroris dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Ampana, Sulawesi Tengah, diakibatkan standar pengamanan yang buruk.
Amir Syamsudin saat jumpa pers usai upacara peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-49 di Jakarta, Sabtu, mengatakan seharusnya penjagaan terhadap tersangka teroris minimal melibatkan dua petugas lapas ditambah dengan personel kepolisian guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Amir juga mengakui kasus kaburnya tersangka teroris itu merupakan wujud kegagalan pihaknya dalam mengelola lembaga pemasyarakatan. Menurutnya, fasilitas yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini kementerian, memang minim sehingga tidak bisa serta merta mengakomodir seluruh warga binaan.
"Makanya dari over kapasitas dengan segala dampaknya itu, akibatnya bisa terjadi banyak ketegangan dan kejadian seperti yang anda tahu," ujarnya.
Basri, narapidana kasus kekerasan Poso yang kabur, mendapatkan izin dari pihak Lapas Kelas II/A Ampana untuk menjenguk keluarganya yang sakit di Kabupaten Poso yang berjarak sekitar 220 kilometer dari Kabupaten Tojo Una-Una.
Basri alias Bagong, kabur saat mendapat izin keluar penjara untuk menjenguk keluarganya yang sakit keras pada 19 April 2013. Ia dikabarkan kabur usai shalat Jumat dengan memanfaatkan kelengahan petugas lapas.
Basri merupakan pelaku mutilasi tiga siswi SMK di Poso, pelaku teror peledakan bom di sentra Kaua dan pembunuhan kepala desa. Atas tindak kejahatan yang dia lakukan, Basri divonis 19 tahun penjara. Saat ini, dia telah menjalani enam tahun masa hukumannya.
Hingga saat ini, pihaknya terus melakukan penyelidikan atas kasus tersebut. Menurut dia, pengejaran tengah dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan yang bekerja sama dengan pihak kepolisian.
"Makanya itu jadi tugas Ditjen Pemasyarakatan, apapun temuannya akan disampaikan," ujar Amir.
http://www.antaranews.com/berita/371641/menkumham-teroris-kabur-akibat-standar-pengamanan-buruk